Jakarta, Gatra.com - Komitmen PT Pupuk Kalimantan Timur (Pupuk Kaltim) mengedepankan prinsip Environment, Social and Governance (ESG) dalam aktivitas bisnis perusahaan, terus mendorong langkah perbaikan lingkungan melalui inovasi dan pemberdayaan masyarakat di berbagai bidang. Hal ini pun diwujudkan pada sejumlah inisiasi program yang membawa perubahan bagi kawasan hingga tata kelola lingkungan secara signifikan.
Salah satu diantaranya inovasi olahan limbah cangkang rajungan menjadi pupuk Kitosan cair, dengan konsep pemberdayaan berkelanjutan. Program ini pun mengantarkan Pupuk Kaltim meraih Asia Responsible Enterprise Awards (AREA) 2023 kategori Social Empowerment, yang diterima secara virtual dari Phnom Penh Kamboja, pada 30 Juni 2023.
Direktur Utama Pupuk Kaltim Rahmad Pribadi, mengungkapkan program inovasi kitosan cair berawal dari cukup tingginya produksi limbah hasil laut di kawasan pesisir Kota Bontang. Dimana masyarakat setempat yang berprofesi sebagai nelayan tangkap, hanya menjual hasil pemilahan rajungan dengan sisa cangkang yang terbuang begitu saja.
Penumpukan limbah pun didasari pola pikir tradisional, yang masih beranggapan bahwa membuang limbah cangkang ke laut dapat mengurai bahan tersebut secara alami. Namun dalam kenyataannya, hal itu justru menimbulkan sedimentasi hingga menyebabkan kenaikan volume air dan pendangkalan dasar laut.
Melihat kondisi ini, Pupuk Kaltim mengambil peran merubah pola pikir masyarakat dengan menggencarkan edukasi untuk mendorong kesadaran bersama, agar mengelola limbah dengan lebih bertanggung jawab. Hal ini juga didasari banyaknya mitra binaan Pupuk Kaltim berkecimpung di bidang kelautan, dan beberapa diantaranya menjual produk olahan kepiting hingga udang yang juga belum tertib dalam mengelola limbah.
"Sesuai dengan komitmen ESG, Pupuk Kaltim pun berupaya merubah pola pikir masyarakat agar lebih bertanggung jawab dalam mengelola limbah, serta tidak membuang sisa hasil tangkapan kembali ke laut," papar Rahmad Pribadi dalam keterangannya, Senin (10/7/2023).
Salah satu hal yang menjadi tantangan dari kentalnya budaya membuang limbah ke laut dikarenakan sulitnya pengelolaan, serta tidak adanya potensi pengembangan produk lain dari hasil buangan tersebut. Hal ini pun akhirnya melahirkan inovasi kitosan cair, yang dikembangkan Pupuk Kaltim melalui program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL), dengan memanfaatkan limbah kepiting dan rajungan yang setiap hari bertumpuk untuk dibuang.
Pengembangan inovasi ini dimulai sejak 2018, dengan membentuk Kelompok Cangkang Salona di kawasan pesisir Selambai Kelurahan Loktuan, yang merupakan wilayah terdekat Pupuk Kaltim. Kelompok ini memberdayakan ibu rumah tangga hingga pemuda setempat, untuk melakukan pemilahan cangkang kepiting dan rajungan sebelum diolah menjadi kitosan cair.
Kelompok binaan yang awalnya beranggotakan 10 orang tersebut, setiap harinya mengumpulkan bahan baku dari limbah cangkang rajungan yang tidak terpakai oleh pengepul di sekitar kawasan Selambai.
Secara bertahap Pupuk Kaltim memberikan pendampingan dan pembekalan keterampilan bagi anggota kelompok dalam mengelola limbah kepiting dan rajungan, untuk selanjutnya diolah menjadi produk kitosan. Mulai dari cara memilah limbah, manajemen usaha hingga pelatihan produksi dan pemasaran.
"Prosesnya berjalan dua tahun lebih, menggandeng berbagai instansi maupun rumah produksi serupa di Indonesia. Langkah ini secara tidak langsung turut meningkatkan komitmen dan kesadaran masyarakat, hingga perlahan berdampak terhadap intensitas pembuangan limbah ke laut yang semakin ditekan," terang Rahmad.
Guna memaksimalkan program, Pupuk Kaltim pun menyiapkan infrastruktur pengolah yang mulai berproduksi sejak 2021. Dalam satu bulan, rumah produksi ini mampu mengolah 150 Kg limbah rajungan dengan hasil rata-rata 60 Kg berbentuk kitin. Dari total tersebut dihasilkan sekira 40 liter kitosan.
Produk ini juga sudah mendapat paten berupa penambahan asam asetat (CH3COOH) sebagai pelarut kitosan menjadi pupuk cair, serta izin UKL-UPL dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bontang untuk aktivitas produksi.
Pupuk Kaltim pun melibatkan berbagai pihak pada proses pengujian efektivitas kitosan, seperti Laboratorium Pengujian Pusat Penelitian Bioteknologi dan Bioindustri Indonesia (LP-PBBI) dan Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda.
"Selain itu Pupuk Kaltim juga melakukan kesinambungan pengujian, untuk memastikan produk memenuhi standar mutu dan efektivitas dalam merangsang pertumbuhan tanaman," lanjut Rahmad.
Hingga kini, kelompok Cangkang Salona telah mereduksi limbah cangkang rajungan hingga 920 Kg. Hal ini menjadi salah satu pencapaian besar dalam mengurangi limbah sampah rajungan di perairan Kota Bontang.
Produk pupuk cair dengan merek dagang "Kitosan Salona" tersebut juga telah lulus uji kualitas, serta dinilai efektif mendorong produktivitas pertumbuhan tanaman mulai awal pertumbuhan. Termasuk mampu mengurangi intensitas hama dan penyakit.
"Selain menekan limbah, program ini sekaligus upaya menstimulasi masyarakat binaan melalui kegiatan produktif untuk menambah insentif melalui penjualan produk kitosan salona," tandas Rahmad.
Guna mewujudkan keberhasilan program secara berkelanjutan, Pupuk Kaltim pun telah menetapkan sejumlah target pengembangan pembinaan. Dimana kelompok Cangkang Salona disiapkan menjadi produsen pupuk kitosan cair skala home industry, sebagai bentuk nilai tambah bagi masyarakat dan lingkungan.
Kelompok ini juga mulai berfokus pada plotting target pasar dan strategi promosi, untuk memperluas pemasaran produk guna menjangkau potensi yang lebih luas. Hal ini juga upaya mendorong terwujudnya 17 indikator Sustainable Development Goals (SDGs) dan kemandirian masyarakat melalui konsep pembinaan berkelanjutan.
"Mengingat kesejahteraan masyarakat juga fokus dari pengembangan program, maka pendampingan akan terus difokuskan Pupuk Kaltim dengan memperkuat kapasitas kelompok binaan," pungkas Rahmad.