Jakarta, Gatra.com – Saksi ahli Informasi Teknologi dan Elektronik (ITE), Ronny, menjelaskan kalau UU ITE tidak bisa dikenakan sebagai pencemaran nama baik jika hal itu dilakukan untuk kepentingan umum atau publik.
Ronny menyampaikan pendapatnya selaku saksi ahli yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada persidangan lanjutan terdakwa Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti dalam perkara dugaan pencemaran nama baik yang dilaporkan oleh Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Maves) Luhut Binsar Pandjaitan.
Berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi terhadap beberapa pasal dalam UU ITE, yakni Pasal 27 Ayat (3) yang multitafsir dapat merujuk pada Pasal 310 dan 311 dari KUH Pidana. Ronny mengatakan, rujukan ini boleh dilakukan karena pasal ini tidak dijelaskan terperinci dalam UU ITE dan justru lebih lengkap isinya di KUH Pidana.
"Kalau untuk kepentingan publik, kepentingan umum, maka saya mengatakan, berdasarkan keputusan MK 50 itu, tidak dapat diterapkan Pasal 27 Ayat (3) UU ITE, demikian," ucap Ronny di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (10/7).
Ketika ditanya oleh jaksa mengenai parameter untuk menentukan batasan tentang hal-hal yang 'demi kepentingan umum', Ronny enggan menjawab karena menurutnya itu adalah kapabilitas dari seorang ahli pidana.
Seperti diketahui, Luhut Binsar Pandjaitan melaporkan Haris-Fatia karena menila video podcast "Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya!! Jenderal BIN juga Ada!" merupakan bentuk pencemaran nama baiknya. Namun, para terdakwa mengatakan, pembahasan dalam podcast adalah untuk menguak adanya pelanggaran HAM di Papua sekaligus menguak keterlibatan beberapa tokoh publik di area pertambangan di Papua.
Dalam perkara ini, Tim JPU mendakwa Haris Azhar melanggar Pasal 27 Ayat (3) juncto Pasal 45 Ayat (3) UU ITE dan Pasal 14 Ayat (2) UU Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946, dan Pasal 310 KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Sedangkan, Fatia Maulidiyanti didakwa melanggar Pasal 27 Ayat (3) juncto Pasal 45 Ayat (3) Undang-Undang ITE, Pasal 14 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946, Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946, dan Pasal 310 KUHP tentang Penghinaan.