Jakarta, Gatra.com - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai kebijakan pemerintah yang mengizinkan ekspor pasir laut dapat memicu dampak negatif terhadap lingkungan, sosial dan ekonomi.
Peneliti Indef Nailul Huda mengatakan, dari aspek lingkungan penambangan pasir laut nantinya akan mengakibatkan adanya abrasi pantai, kekurangan garis pantai hingga rusaknya ekosistem laut.
Sedangkan dalam aspek sosial, penambangan pasir laut dapat memicu potensi pengangguran di wilayah pesisir semakin meningkat dan juga berpotensi terjadinya konflik di wilayah pesisir.
"Pemungkiman pesisir akan banyak mengalami konflik di mana situ ada penggurusan dan lain sebagainya. Ketika di wilayah di sini sudah habis maka akan menggeser pemungkiman pesisir," kata Nailul dalam diskusi secara virtual pada Kamis (6/7).
Baca Juga: Indef: Potensi Cuan Negara di Ekspor Pasir Laut Hanya Secuil, Pengusaha Menang Banyak
Nailul menjelaskan, ekspor pasir laut ini juga akan membuka peluang untuk eksploitasi laut yang besar, sehingga penambangan pasir laut juga akan mengakibatkan berkurangnya jumlah tangkapan hasil laut para nelayan, dan membuat pendapatan nelayan berkurang.
"Akhirnya membuat pengangguran atau nelayan-nelayan tersebut tidak melaut lagi dan menjadi pengangguran di wilayah pesisir pantai," jelasnya.
Untuk itu Nailul mendesak pemerintah untuk mencabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut yang telah diteken Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 15 Mei 2023 lalu.
Baca Juga: Ekspor Pasir Laut, Pakar Kelautan: Seperti Menjual Tanah Air, Ekosistem Pasti Rusak!
Diketahui, dalam PP baru tersebut tertulis bahwa, ekspor pasir laut boleh dilakukan sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Pemanfaatan hasil sedimentasi di laut berupa pasir laut digunakan untuk reklamasi di dalam negeri, pembangunan infrastruktur pemerintah, pembangunan prasarana oleh pelaku usaha, dan/atau ekspor sepanjang kebutuhan dalam negeri terpenuhi dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan,” bunyi Pasal 9 ayat (2).