Jakarta, Gatra.com - Ikatan Alumni Universitas Indonesia (ILUNI UI) menyatakan bahwa pencetus teknologi geotube dewatering (GD) yang juga merupakan alumni Fakultas Teknik UI, Ibnu Rusyd Elwahby mengalami kriminalisasi oleh penegak hukum dalam perkara dengan PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO).
Sekjen ILUNI UI, Ahmad Fitrianto menjelaskan bahwa Ibnu Rusyd Elwahby yang telah menjadi satu penyedia jasa pekerjaan di Adaro pada 2016 itu awal mulanya menjadi pihak yang diwawancarai oleh Bareskrim Polri atas laporan Adaro terhadap salah satu karyawannya. Selanjutnya Ibnu menjadi saksi, lalu ditingkatkan menjadi tersangka bersama salah satu karyawannya bernama Wawan.
“Proses hukum yang dibawa oleh Adaro ini kandas di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada September 2022 setelah hakim memutus bebas murni kepada Ibnu Rusyd Elwahby, Ishak Rivai, dan Wawan,” ujar Fitrianto kepada Gatra.com, Ahad (2/7).
Fitrianto menegaskan bahwa seluruh dakwaan Jaksa Penuntut Umum terhadap Ibnu Rusyd Elwahby, Ishak Rivai, dan Wawan, yang terkait dengan Penipuan maupun Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) tidak terbukti.
Hanya saja, jelas Fitrianto, selanjutnya jaksa melakukan kasasi ke Mahkamah Agung. Berdasarkan Publikasi Sistem Informasi Perkara pada Website Kepaniteraan Mahkamah Agung, pada tanggal 31 Januari 2023, Majelis Hakim Kasasi Mahkamah Agung mengabulkan Kasasi JPU dan memutus Ibnu Rusyd terbukti bersalah melakukan tindak pidana Penipuan dan TPPU dan dihukum 13 tahun penjara dan denda Rp5 miliar.
“Proses pemeriksaan Kasasi sampai dengan putusan ini relatif sangat cepat, yaitu hanya 30 hari sejak tanggal berkas perkara masuk ke MA, dan 19 hari sejak tanggal distribusi perkara ke Majelis Hakim. Padahal dalam proses regular banyak kasus memakan waktu berbulan-bulan untuk diputuskan, di sini kami melihat dalam kasus ini salah satu alumni UI mengalami kriminalisasi,” terang Ahmad.
Perjalanan Perkara PT IST dengan PT Adaro
Ibnu Rusyd Elwahby sukses menelurkan teknologi pengelolaan limbah tambang yang disebut Geotube Dewatering (GD) melalui perusahaan yang ia pimpin, PT Intan Sarana Teknik (IST). Teknologi GD ini merupakan teknik pelepasan air dari lumpur yang dimasukkan ke dalam kantong geotube yang terbuat dari bahan tekstil khusus dan berpori-pori.
“Pada tahun 2014 kami diminta membantu untuk bisa menyelesaikan masalah lumpur yang ada di PT Adaro Indonesia,” ujar Ibnu.
PT Adaro Indonesia (Adaro) menyetujui proposal yang diajukan IST untuk mengelola limbah tambangnya pada 2014. IST berhasil membuktikan kelayakan konsep atau proof of concept (POC) yang diajukan dalam proposal.
Usai sukses pada tahap POC pada 2014, Adaro menyetujui implementasi teknologi GD berlanjut ke tahap proyek percontohan (pilot project) pada 2015. IST berhasil menyelesaikan proses uji coba dan pilot project ini sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ditentukan Adaro. Kemudian, IST mendapatkan kontrak pengelolaan limbah tambang Adaro untuk periode 2016 hingga 2020.
“Sepanjang ini tidak ada komplain, peringatan, somasi atau apapun dari Adaro. Malah kami terus membicarakan bagaimana agar sistem ini menjadi lebih baik lagi, karena Adaro sendiri mendapatkan penghargaan dari pekerjaan yang kita lakukan,” Ibnu membeberkan.
Berangkat dari teknologi GD, Adaro sukses meraih trofi Keselamatan Pertambangan 2016 dan Pengelolaan Lingkungan 2015 dari Menteri ESDM pada 18 Mei 2017. Di saat yang sama, Adaro juga memberi piagam penghargaan kepada IST atas teknologi GD tersebut.
Dalam Laporan Tahunan 2016–2019, Adaro bahkan menyertakan apresiasi inovasi pengelolaan lumpur teknik GD. Pada 2021, IST juga diganjar penghargaan International Achievement Award (IAA) dari Industrial Fabrics Association International (IFAI) atas pekerjaan pengelolaan limbah Adaro.
IAA merupakan ajang tahunan disponsori IFAI, asosiasi internasional perdagangan nirlaba beranggotakan 1.600 perusahaan global.
Hanya saja, semua capaian manis itu berbuah pahit. Ibnu Rusyd Elwahby dilaporkan Adaro ke Bareskrim Polri pada 2021 dan sempat mendekam di penjara Polri selama 10 bulan terhitung mulai November 2021 hingga September 2022 lalu.
Sebelum kasus itu mencuat, Ibnu menyebut bahwa Adaro sempat mengajukan pengambilalihan teknologi GD. Namun pengajuan ini tidak menemukan kesepakatan dengan IST.
“Dalam perjalannya mereka ada beli perusahaan. Ini menjadi cikal bakal perusahaan yang mengerjakan pekerjaan yang sama dengan kita. Ini dua perusahaan yang berbeda, tetapi Adaro yang mempunyai,” jelasnya.
Perkara ditengarai IST syarat akan konflik perselisihan internal di tubuh Adaro. Mulanya, seorang karyawan Adaro bernama Wawan dilaporkan ke Bareskrim Polri atas dugaan tindak pidana terkait penolakan penggunaan teknologi pengolahan lumpur yang diajukan PT Trans Coalindo Megah (TCM) yang merupakan kompetitor IST. Dalam pelaporan terhadap W ini, dua pendiri IST yakni Ibnu dan Ishak Rivai alias Johny akhirnya dimintai keterangan oleh pihak kepolisian.
“Saya karena merasa tidak ada hubungannya dengan laporan itu, kemudian tidak ada hubungannya dengan PT TCM. Saya memberikan informasi semuanya, termasuk bagaimana teknologi (GD) kita,” jelasnya.
Terhitung satu tahun kasus tersebut bergulir, pada Agustus 2021 Bareskrim malah menetapkan empat orang tersangka, yakni Ibnu, Ishak Rivai, Wawan dan IST sebagai korporasi. Kala itu mereka dan PT IST dituding melakukan penipuan atas pelanggaran kontrak terkait POC tahun 2015. Ia pun turut disebut melakukan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
“Saya tidak tahu, apakah mereka mau mengkriminalisasi, tapi faktanya mengarah ke situ. Tahun 2020 ketika mereka melaporkan ini ke Bareskrim dikaitkan dengan saya, tahun 2020 tidak ada, tahun 2019 sampai 2016 juga tidak ada. 2015 tadi yang kita trial ada dispute di situ, ” ujar Ibnu.
Sidang pertama digelar di PN Jakarta Selatan (Jaksel) pada 11 Mei 2022. Hingga pada 7 September 2022, Ibnu diputuskan bebas murni lantaran terbukti tidak bersalah atas semua tuduhan dan dakwaan yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Ibnu menegaskan bahwa pihaknya tidak melakukan pelanggaran kontrak dan bahkan mampu menunjukkan capaian positif, terbukti dengan memperoleh penghargaan. Dalam putusan tersebut pun tidak ada satu hakim PN Jaksel yang memiliki perbedaan pendapat.
Dalam sidang kasasi yang digelar tertutup pada 31 Januari 2023, Mahkamah Agung (MA) memutuskan bahwa Ibnu bersalah dan divonis penjara 13 tahun serta denda Rp5 miliar. Pada putusan kasasi itu Ibnu terbukti melanggar Pasal 378 KUHP dan Pasal 3 UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Saat ini, meski telah diputus bersalah kembali oleh Mahkamah Agung, namun salinan putusan MA hingga kini tidak ada. Selain itu, sewaktu-waktu Ibnu dapat kembali dijemput aparat penegak hukum dan kembali masuk penjara. Di sisi lain, Adaro belum membayarkan sisa tagihan yang seharusnya dilunasi pada IST. Dan mirisnya lagi, Adaro hingga kini masih membekukan semua peralatan dan teknologi Geotube Dewatering tersebut yang nilainya mencapai Rp50 miliar di lokasi tambang Adaro.
Atas hal ini, Ibnu menyatakan akan melakukan perlawanan terhadap Adaro atas kasus ditimpakan kepadanya ini. “Sebab hanya itu yang tersisa bagi saya untuk bersuara, agar anak cucu saya nanti mengetahui narasi yang sebenarnya terhadap saya. Saya tidak tahu apa kesalahan saya dan kenapa dikriminalisasi padahal apa yang kami kerjakan itu berdampak positif bagi Adaro,” tegas Ibnu.
Menanggapi hal ini, ILUNI UI mengaku bahwa Tim Advokasi dan Kuasa Hukum Ibnu saat ini tidak dapat melakukan Peninjauan Kembali karena hingga kini tidak menerima salinan putusan. “Kami akan mereview putusan hakim dan akan uji akuntabilitas dari putusan MA itu agar menjadi wake up call bagi pimpinan peradilan agar serius dan hati -hati dalam menangani kasus,” ujar Ahmad.
Gatra telah berupaya meminta keterangan kepada pihak Adaro sebagai perimbangan berita. Hanya saja hingga artikel ini ditulis belum ada tanggapan yang diberikan oleh pihak perusahaan.