Paris, Gatra.com - Polisi Perancis menangkap lebih dari 1.300 orang pada malam keempat kerusuhan menjelang pemakaman remaja Nahel M, korban penembakan oleh polisi sehingga memicu kerusuhan yang pada Sabtu. Presiden Emmanuel Macron akhirnya menunda perjalanan ke Jerman.
Reuters, Sabtu (1/7), melaporkan, pemerintah Macron mengerahkan 45.000 petugas polisi serta kendaraan lapis baja semalam untuk mengatasi krisis terburuk dalam menghadapi kepemimpinannya, sejak protes "Rompi Kuning" membuat sebagian besar Perancis terhenti pada akhir 2018.
Presiden Perancis menunda kunjungan kenegaraan ke Jerman hingga dijadwalkan ulang pada hari Minggu karena kerusuhan yang sedang berlangsung.
Kementerian dalam negeri Perancis mengatakan di Twitter bahwa 1.311 orang telah ditangkap dalam semalam, lebioh banyak dari malam sebelumnya, sebanyak 875 orang. Kekerasan sudah mulai dikendalikan.
Nahel, 17 tahun keturunan Aljazair dan Maroko, ditembak oleh seorang petugas polisi saat berhenti pada jalur lalu lintas pada hari Selasa, di pinggiran Paris Nanterre.
Baca Juga: Nahel: Rasis, Arogansi Kekerasan Polisi Pemantik Rusuh di Perancis
Beberapa ratus orang berbaris memasuki masjid agung Nanterre, yang dijaga para sukarelawan berbaju kuning, sementara beberapa lusin orang menonton dari seberang jalan.
Beberapa pelayat juga menyilangkan tangan, mengatakan “Allahu Akbar” "Tuhan Maha Besar" dalam bahasa Arab, saat mereka berjalan di jalan raya dalam doa.
Salsabil, seorang wanita muda keturunan Arab, mengatakan kepada Reuters bahwa dia datang untuk menyatakan dukungan bagi keluarga Nahel.
"Saya pikir penting bagi kita semua untuk berdiri bersama," katanya.
Marie, 60 tahun mengatakan bahwa dia telah tinggal di Nanterre selama 50 tahun dan selalu ada masalah dengan polisi.
“Ini benar-benar harus dihentikan. Pemerintah benar-benar terputus dari realitas kita,” katanya.
Penembakan remaja tersebut, yang terekam dalam video, telah memicu sakit hati yang lama dari komunitas perkotaan yang miskin dan bercampur ras tentang kekerasan dan rasisme polisi. Macron membantah ada rasisme sistemik di lembaga penegak hukum Perancis.
"Jika Anda memiliki warna kulit yang salah, polisi jauh lebih berbahaya bagi Anda," kata seorang pemuda yang menolak disebutkan namanya, menambahkan bahwa dia adalah teman Nahel.
Penjarahan Toko
Penjarah telah terjadi, puluhan toko rusak dan membakar 2.000 kendaraan sejak dimulainya kerusuhan, yang menyebar ke kota-kota seperti Marseille, Lyon, Toulouse, Strasbourg, dan Lille.
“Lebih dari 200 petugas polisi terluka,” kata Menteri Dalam Negeri Gerald Darmanin, menyebut bahwa usia rata-rata mereka yang ditangkap adalah 17 tahun.
Penangkapan pada Jumat malam termasuk 80 orang di Marseille, tempat banyak dihuni orang keturunan Afrika Utara.
Baca Juga: May Day di Paris Diwarnai Kerusuhan
Gambar media sosial menunjukkan ledakan mengguncang kawasan pelabuhan tua kota selatan, namun tidak ada korban yang dilaporkan.
“Para perusuh di kota terbesar kedua Perancis itu telah menjarah toko senjata dan mencuri senapan berburu, meski tidak ada amunisi,” kata polisi.
Wali Kota Benoit Payan meminta pemerintah untuk mengirim pasukan tambahan mengatasi "penjarahan dan kekerasan" di Marseille, di mana tiga petugas polisi terluka ringan pada hari Sabtu.
Di Lyon, kota terbesar ketiga Perancis, tampak polisi mengerahkan pengangkut personel lapis baja dan helikopter, sementara di Paris, mereka membersihkan pengunjuk rasa dari Place de la Concorde. Wali Kota Lyon Gregory Doucet juga menyerukan bala bantuan.
Kerusuhan itu telah menghidupkan kembali ingatan tentang kerusuhan nasional pada 2005 yang memaksa Presiden Jacques Chirac saat itu untuk mengumumkan keadaan darurat, setelah kematian dua pemuda tersengat listrik di gardu listrik saat mereka bersembunyi dari polisi.
“Sederhananya, kami tidak mengesampingkan hipotesis apa pun dan kami akan melihat setelah malam ini apa yang dipilih Presiden Republik,” kata Darmanin, Jumat ketika ditanya apakah pemerintah dapat mengumumkan keadaan darurat.
Para pemain dari tim sepak bola nasional juga mengeluarkan pernyataan tidak biasa yang menyerukan ketenangan.
"Kekerasan harus dihentikan untuk memberi jalan bagi duka, dialog, dan rekonstruksi," kata mereka di akun Instagram bintang Kylian Mbappe.
Adapun kegiatan termasuk dua konser di Stade de France di pinggiran Paris dibatalkan, sementara penyelenggara Tour de France mengatakan mereka siap beradaptasi dengan situasi apa pun ketika perlombaan sepeda memasuki negara itu mulai Senin dari Spanyol.
Pertemuan Krisis
Macron telah meninggalkan KTT Uni Eropa di Brussel pada Jumat pagi, untuk menghadiri pertemuan krisis kabinet kedua dalam dua hari dan meminta media sosial untuk menghapus rekaman kerusuhan yang "paling sensitif" dan mengungkapkan identitas pengguna yang mengobarkan kekerasan.
Video di media sosial menunjukkan lanskap perkotaan terbakar, dengan trem yang terbakar di kota timur Lyon serta 12 bus hancur di sebuah depot di Aubervilliers, Paris utara.
Darmanin bertemu dengan pejabat dari Meta, Twitter, Snapchat, dan TikTok.
Snapchat mengatakan tidak ada toleransi untuk konten yang mempromosikan kekerasan.
Baca Juga: Kelompok Rompi Kuning Picu Kericuhan di Parade Bastille Day
Polisi yang menurut jaksa penuntut mengakui melakukan penembakan mematikan ke Nahel saat berada dalam “tahanan preventif”. Di bawah penyelidikan formal dalam pembunuhan, setara dengan dakwaan di bawah yurisdiksi Anglo-Saxon.
Pengacaranya, Laurent-Franck Lienard, membela kliennya dengan menyebut tersangka membidik kaki pengemudi tetapi terbentur saat mobil lepas landas, sehingga menyebabkan dia menembak ke arah dadanya.
"Jelas (petugas) tidak ingin membunuh pengemudinya," kata Lienard di BFM TV.