Batang Hari, Gatra.com - Anggota badan anggaran (Banggar) DPRD Kabupaten Batang Hari, Aminuddin, ingin Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) berkata jujur perihal kesalahan terhadap sejumlah temuan BPK RI Perwakilan Provinsi Jambi tahun 2022.
"Oh, hari ini memang salah, tinggal mencari bagaimana ke depannya kita ini lebih elok lagi. Saya melihat TAPD semacam tak mengakui hasil audit BPK," katanya dalam gelaran rapat bersama Sekda M. Azan, Selasa (27/6).
Hingga rapat hari keempat, politisi partai Gerindra ini menilai TAPD masih mempertahankan kesalahan. Sedangkan secara fakta, Perbup Nomor 65 Tahun 2021 yang dibacakan pimpinan rapat, clear.
"Maka BPK mengambil keputusan berdasarkan Perbup itu. Sekarang tim lagi di Jakarta untuk mencari solusi, tak masalah," ujarnya.
Ia mengamati APBD 2023 daerah ini, iuran BPJS sudah dianggarkan dalam TPP ASN, sementara tahun lalu tidak dianggarkan.
"Semacam ada sinyal, oh kemarin kita salah. Tapi di satu sisi (TAPD) masih mempertahankan juga atas kesalahan itu, kalau saya amati. Pak Tesar kemarin menjawab berbeda dengan pak Rambe," ucapnya kesal.
"Kongkritnya begini, katakanlah TPP itu 2 juta, 5 persennya sudah dinaikkan, sudah include dalam 2 juta itu. Kalau Tesar kemarin bilang sudah include dalam gaji, jadi agak bingung," imbuhnya.
Sebaiknya Sekda selaku Ketua TAPD mencari solusi pengganti duit yang menjadi hak ASN. Karena anggaran tahun ini dalam DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran) sangat jelas bahwa TPP ASN sudah dipisahkan.
"Sekda menyampaikan bahwa keputusan tertinggi adalah BPK, tapi masih juga mau mempertahankan kesalahan, kan itu kalau saya tarik kesimpulan," ujarnya.
Ia meyakini persoalan pemotongan TPP ASN untuk iuran BPJS Kesehatan tak menjadi masalah, sepanjang anggarannya ada dan terpisah. Hanya saja, kata dia, TAPD sudah menghidupkan sinyal bahwa tindakan tahun lalu salah.
"Cuma salah ini terbukti, mengakunya di 2023. Padahal 2022 tak mau mengaku," katanya.
Kepala Badan Keuangan Daerah (Bakeuda) daerah ini, Tesar Arlin dalam gelaran rapat sebelumnya meyakini tak ada korupsi soal potongan iuran BPJS Kesehatan sebesar 5% dari TPP ASN tahun 2022.
"Rekom dari BPK kami TAPD, akan tindaklanjuti. Hasil tindak lanjut ini, kami diskusikan, kami rapatkan dengan kawan-kawan Bagian Organisasi dan Bagian Hukum, sepulang dari konsultasi ke Kemendagri," kata Tesar menjawab pertanyaan pimpinan DPRD.
Tesar mengatakan bahwa uang yang dipotong senilai Rp1,8 miliar sudah disetor sesuai dengan pengajuan OPD, masuk ke rekening BPJS. Ia mengaku terjadi polemik di luar, bahwa uang itu masuk kantongnya, masuk kantong Sekda, masuk kantong Bupati.
"Itu tak ada, saya yakinkan sampai langit ke tujuh tak ada korupsi disitu," tegasnya.
Mungkin prosedurnya antara BPK dan TAPD dianggap ada berbeda persepsi. Soal duit Rp1,8 miliar, Tesar secara tegas bilang tak terhutang untuk iuran BPJS melalui TPP ASN.
"Ada satu prosedur yang beda persepsi antara BPK dan tim penyusun TPP bahwa dia melihat aturan dan kami melihat aturan. Bahwa kami punya kertas kerja," dalihnya.
Bakeuda selaku bendahara umum daerah (BUD), kata Tesar menjalankan fungsi pemotongan, pembayaran dan lainnya, sesuai dengan prosedur. Bahwa dalam kertas kerja tim penyusun TPP ada pemotongan 1% dan 4%.
"Dan itu kami laksanakan. Dalam perhitungan kertas kerja itu, 4% itu disubsidi. Jadi kalau 4% tak masuk dalam perhitungan TPP itu, tetap juga kalau saya terima 2 juta, ya 2 juta. Jadi itu yang beda persepsi antara tim penyusun TPP dengan BPK," rincinya.
Menurut Tesar, 4% disubsidi terlebih dahulu, setelah itu dihitung kembali. Pemotongannya ada dalam SP2D (Surat Perintah Pencairan Dana) yakni; 1% dan 4%.
"Kalau masih berpikir Bakeuda selaku BUD, ada yang ditutup-tutupi, insyaallah tak ada yang ditutup-tutupi. Sebab sistem sudah terbuka, boleh tengok. Satu rupiah saja kita maling, tetap kita dikejar orang, apalagi Rp1,8 miliar," ujarnya.