Jakarta, Gatra.com - Amnesty International Indonesia mendesak pemerintah agar aparat keamanan yang diduga terlibat dalam penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi lainnya, termasuk mereka yang membiarkan hal ini terjadi, dapat diproses hukum sesuai peraturan pengadilan umum.
Ini dinilai perlu dilakukan mengingat Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Konvensi PBB Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam, Tidak manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia (UN CAT).
‘Masih terdapat laporan yang mengkhawatirkan tentang kesewenang-wenangan aparat keamanan maupun warga yang memiliki akses terhadap kekuasaan terhadap sesama warga sipil," ucap Peneliti Amnesty International Indonesia, Ari Pramuditya melalui keterangannya pada Senin (26/6).
Baca Juga: Amnesty International Serahkan Video Kekerasan Kampung Bali
Berdasarkan data pemantauan Amnesty International Indonesia dari Juni 2019 sampai Juni 2023, telah terjadi 105 kasus perlakuan buruk dan tidak manusiawi yang menimbulkan 171 korban. Dari jumlah total kasus yang ada, 77 kasus diduga melibatkan anggota Polri, 15 kasus diduga melibatkan anggota TNI, 7 kasus diduga melibatkan petugas lapas, dan sisanya melibatkan aparat lembaga lainnya.
“Praktik penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi lainnya seringkali terjadi di tempat-tempat di mana orang dirampas kebebasannya karena diduga atau dinyatakan melakukan pelanggaran hukum," kata Ari.
Ia menjelaskan, penyiksaan ini kerap terjadi di tempat penahanan, misalnya lapas atau penjara. Terjadi penyiksaan juga tidak disertai dengan adanya pemenuhan rasa keadilan bagi para korban. Hal ini menjadi bukti adanya kesenjangan antara komitmen pemerintah untuk menentang penyiksaan dengan kenyataan di lapangan.
Ada beberapa kasus yang menjadi bukti nyata penyiksaan dilakukan oleh aparat hukum, sekaligus bukti minimnya komitmen pemerintah untuk menanggulangi keberulangan kasus penyiksaan di Indonesia. Misalnya, kasus seorang tahanan Kepolisian Resor Kota Banyumas, Jawa Tengah, Oki Kristodiawan (26) yang diduga dianiaya oleh sesama tahanan setelah ia baru masuk penjara setelah ditetapkan sebagai tersangka pencurian sepeda motor.
Baca Juga: Amnesty Rekomendasikan Kasus Penyiksaan dalam Aksi 22 Mei
Awalnya, pihak kepolisian menyebutkan kalau Oki meninggal pada 2 Juni 2023 karena gagal ginjal. Namun, kejanggalan terungkap setelah pihak keluarga menemukan sejumlah luka pada jasad Oki.
Kemudian, ada juga kasus Klitih di Gedongkuning, Yogyakarta yang sempat mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Dalam kasus ini, pihak keluarga menyatakan kelima terdakwa merupakan korban salah tangkap dan mengalami intimidasi serta kekerasan dari aparat Polda Yogyakarta selama proses hukum berlangsung.
Pada 9 April 2022 lalu, lima pemuda, Ryan Nanda Syahputra (19), Muhammad Musyaffa Affandi (21), Hanif Aqil Amrulloh (20), Fernandito Aldrian (18), dan Andi Muhammad Husein Mazhahiri (20) ditangkap dan dituduh sebagai pelaku kasus pengeroyokan berakibat kematian atas seorang pelajar pada 3 April 2022.
Pihak keluarga meyakini, anak-anak mereka, para terdakwa, dipaksa untuk mengaku sebagai pelaku karena tidak tahan dengan penganiayaan yang merek rasakan.
Baca Juga: Tragedi Kanjuruhan, Amnesty International: Penggunaan Gas Airmata Sangat Tidak Dibenarkan
Pihak keluarga juga mengatakan, proses hukum untuk menjerat para terdakwa tidak berjalan dengan adil sehingga mereka menyatakan banding atas vonis bersalah yang diterima pad November 2022. Namun, pengadilan tingkat kedua juga menolak banding dari keluarga para terdakwa sehingga mereka mengajukan kasasi pada Mahkamah Agung.