Jakarta, Gatra.com - Aspek visual tak melulu harus jadi unsur utama dalam perancangan atau desain interior sebuah ruangan. Justru unsur pengguna atau manusianya seringkali terabaikan dalam skema perancangan, semata-mata untuk memenuhi aspek visual dalam sebuah desain.
Guru Besar Arsitektur Universitas Indonesia, Paramita Atmodiwirjo, mengatakan, saat ini pergeseran paradigma desain interior pun mulai hadir. Yang tadinya mengedepankan estetika visual, sekarang sudut pandang desain sedikit bergeser dengan paradigma ruangan sebagai wadah kegiatan manusia.
“Perpindahan pemikiran ini mulai ditekankan. Dalam desain, aspek human activity saat ini lebih dimunculkan dibanding elemen visual yang digarap,” ujar Paramita dalam giat Seminar Riset Desain Interior Universitas Tarumanagara (SRIMDI) secara daring, Jumat (23/6).
Dari ragam penelitian terkait desain interior pun, saat ini ruang interior dimaknai bukan sekedar dalam paradigma ruang fisik. Lebih dari itu, ruangan banyak dimaknai sebagai wadah aktivitas dan interaksi. Sehingga, pemahaman terkini tentang ruang harus diikuti oleh paradigma desain interiornya.
“Pemaknaan ruang saat ini didominasi aktivitas atau interaksi antara manusia dengan manusia maupun manusia dengan ruangan,” ujarnya.
Ia memberikan contoh bagaimana sebuah penelitian tentang ruang jemur di satu rumah punya dampak terhadap aktivitas dan interaksi manusia didalamnya.
Seringkali perancangan desainnya diabaikan bahkan sengaja dibuat sebagai ruang tanpa desain, sejatinya ruang jemur adalah ruang dimana salah satu aspek keberadaan manusianya sangat perlu dikedepankan.
“Ruang jemur itu dimaknai sebagai area service. Padahal service area itu punya kompleksitas kegiatan untuk mendukung rumah tangga. Tentunya, desain atau tata ruang di dalamnya punya andil dalam interaksi antar manusia di rumah tersebut,” bebernya.
Sementara itu, Dosen Fakultas Seni dan Desain Universitas Tarumanagara (Untar), Anastasia Cinthya Gani, pun sepakat bahwa perancangan desain interior tak selalu memprioritaskan unsur estetika keindahan, lebih dari itu faktor kenyamanan dalam sebuah desain sejatinya masih menjadi faktor terpenting.
Paradigma kenyamanan erat kaitannya dengan beberapa aspek seperti Kontekstual, Psikologis, Ekonomi, Fisiologis, Sosiologis, dan Struktural dari pengguna atau manusia didalamnya. Sehingga, kajian teknis desai itu perlu dilakukan. Karena dalam merencanakan ruang, penting diketahui banyak aspek multisensori yang bekerja.
“Desain yang baik tidak dapat dinilai dari satu sudut pandang, tapi bagaimana jiwa dari penampilan bisa dirasakan dalam berbagai konteks,” ujarnya