Karanganyar, Gatra.com - Masyarakat adat dan penghayat kepercayaan di Indonesia meminta pemerintah memberi ruang berekspresi dan melestarikan kearifan lokalnya sesuai konstitusi. Mereka juga memperjuangkan kesetaraan haknya tanpa diskriminasi.
Hal itu disampaikan Ketua DPP Himpunan Penghayat Kepercayaan (HPK), Hadi Prajoko kepada wartawan usai pembukaan Munas HPK Terhadap Tuhan YME IX di Gedung DPRD Karanganyar, Jateng, Jumat (23/6).
“Harapannya agar pemerintah melindungi hak masyarakat adat sesuai sila ke-5 Pancasila. Diberikan keleluasaan dalam melaksanakan hukum adat, diberi ruang untuk mempertahankan sisa-sisa peninggalan nenek moyang (sarana mendekatkan diri ke Tuhan YME). Menjaga punden dan merehab candi. Jangan sampai seperti Candi Penataran (Blitar) yang lama-kelamaan menghilang. Saya yakin umat beragama di Indonesia memahami (eksistensi penghayat),” katanya.
Hadi menyebutkan terdapat 1.678 organisasi penghayat kepercayaan terhadap Tuhan YME. Mereka eksis jauh sebelum masuknya agama di Indonesia. Kearifan lokal yang dihasilkannya bernilai luhur seperti kesenian, kerajinan dan budi pekerti.
Keberadaan masyarakat adat dan penghayat kepercayaan memang sudah diakui pemerintah. Bahkan dibentuk Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan YME Kemendikbud-Ristek. Namun begitu, lanjut Hadi, dirasa kurang mewakili.
“Direktorat ini di bawah Direktorat Jenderal Nilai Budaya Seni dan Film Kemdikbud. Bahkan pejabatnya bukan dari kalangan penghayat kepercayaan. Kenapa bisa begitu. Ditjen Bimas Islam saja beragama Islam. Ditjen Bimas Kristen saja juga beragama Kristen,” ujarnya.
Rangkaian kegiatan di Munas HPK IX tersebut selain pelantikan ketua dan tim formatur juga memberikan literasi kepada pemerintah perihal masyarakat adat dan kaum penghayat kepercayaan. Banyak hal masih dirasa bentuk diskriminasi, seperti sulitnya mengakses dokumen kependudukan, perizinan, hak perkawinan, keperdataan dan kepidanaan.
“Amanah konstitusi belum dijalankan dengan baik. Terutama pasal 28 dan 29. Saya melihat penghambatnya faktor politik. Kaum penghayat itu perekat agama dan suku tapi enggak pernah dilihat,” jelasnya.
Bendahara Munas HPK IX sekaligus Ketua DPC HPK Kabupaten Karanganyar, Toni Hatmoko mengatakan munas dihadiri 200 perwakilan dari masyarakat adat se-Indonesia. Munas diisi pula pameran Keris Kamardikan dan workshop keris pada 23-25 Juni 2023.
“Karanganyar memiliki historis penghayat kepercayaan. Di lereng Lawu ini awal dilahirkannya para penghayat. Organisasi yang dibentuk tahun 1947 ini kembali eksis sekarang. Karanganyar ada enam organisasi penghayat yang terdaftar di Kesbangpol,” katanya.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dalam sambutannya mengatakan nilai-nilai di masyarakat adat menjadi bagian dari jati diri bangsa Indonesia. Ganjar mencontohkan kedisiplinan yang terbentuk sejak usia dini merupakan hasil dari budaya adi luhung.
“Upayanya tidak hanya nguri-uri budaya. Tapi juga dikembangkan. Harapan saya di Munas HPK IX agar kebudayaan dikembangkan. Ke depan membuka festival kebaikan. Serukan moderasi dengan keras,” tutur Ganjar.