Home Hukum Ungkap Kasus TPPO, Polres Blitar Kota Berhasil Selamatkan CPMI Asal Manado

Ungkap Kasus TPPO, Polres Blitar Kota Berhasil Selamatkan CPMI Asal Manado

Blitar, Gatra.com – Polres Blitar Kota berhasil mengamankan dua tersangka dari kasus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan modus pengiriman pekerja migran ilegal ke luar negeri. Dua tersangka yang berinisial ESP (51) dan NA (26) merupakan ibu dan anak asal Desa Bagelenan, Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar.

Kapolres Blitar Kota AKBP Argowiyono menyatakan bahwa penangkapan ESP dan NA terkait kasus dugaan TPPO bermula dari laporan masyarakat. Tersangka ditangkap pihak Polres Blitar Kota pada Minggu (18/06/2023) di kediamannya. Dengan berhasilnya pengungkapan kasus TPPO tersebut, Satreskrim Polres Blitar Kota juga menyelamatkan satu korban calon Pekerja Migran Indonesia (CPMI).

“Satu korban, yaitu, Stella Lope (34), warga Manado, Sulawesi Utara,” ujar Argowiyono saat konferensi pers di Polres Blitar Kota pada Rabu (21/06/2023).

Argowiyono menambahkan bahwa dalam menjalankan aksinya, kedua tersangka ESP dan NA berbagi tugas dan memiliki peran masing-masing.

“ESP berperan sebagai tim lapangan untuk menawarkan jasa lewat media sosial dan promosi dari mulut ke mulut dan NA bertugas melakukan wawancara kepada para korban,” jelas Argowiyono.

Tersangka ESP menawarkan jasa bisa mengirimkan atau membantu orang untuk bekerja di Singapura sebagai perawat bayi, perawat orang tua maupun sebagai pengurus rumah tangga (IRT) lewat media sosial dan dari mulut ke mulut. Ia juga mengklaim memiliki ikatan kerja sama dengan agensi yang ada di Singapura.

“Sebagai iming-iming, biaya para korban ditanggung oleh tersangka terlebih dahulu hingga korban bekerja di Singapura,” kata Kapolres.

Menurut keterangan Kapolres, pengembalian biaya pemberangkatan kepada tersangka adalah dengan cara potong gaji sebesar Rp5 juta sampai Rp6 juta selama enam bulan setelah korban bekerja. Selama belum berangkat ke Singapura, tersangka menyiapkan penampungan di rumahnya dengan jaminan mendapatkan makan dan pelatihan kerja maupun pelatihan bahasa asing.

“Korban sendiri dijanjikan akan diberangkatkan kerja ke Singapura dengan gaji minimal Rp7 juta per bulan. Tapi, dalam praktiknya, berbeda dengan apa yang dijanjikan tersangka kepada korban,” ujar Kapolres Blitar Kota itu.

Menurut Argowiyono, korban berada di rumah tersangka sejak 5 Juni 2023. Selama di rumah tersangka, korban merasa disekap karena setiap hari dikunci dari luar. Makan untuk korban juga dijatah sehari dua kali.

“Korban tidak boleh keluar rumah. Kalau korban hendak membatalkan pemberangkatan, korban harus membayar ganti rugi kepada tersangka,” terangnya.

Menurut Kapolres, sampai saat ini Satreskrim masih mendalami kasus dugaan TPPO tersebut, termasuk mendalami sudah berapa lama tersangka menjalankan bisnis itu. Dugaannya, tersangka sudah memberangkatkan dua orang ke Singapura secara ilegal.

“Tersangka memberangkatkan tenaga kerja ke luar negeri tidak sesuai prosedur atau ilegal. Sesuai aturan, pemberangkatan tenaga kerja ke luar negeri dilakukan oleh lembaga, bukan perseorangan,” tegas Argowiyono.

Atas perbuatannya itu, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1). Pasal 4, pasal 10 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang atau pasal 81 Jo Pasal 69 Undang-Undang Nomor 18 tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.

Tersangka terancam hukuman penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun dan pidana denda paling sedikit Rp120 juta dan paling banyak Rp600 juta.

Sementara itu korban Stella Lope mengatakan tidak mendapat kekerasan fisik saat berada di penampungan rumah tersangka. Namun, ia merasa disekap karena tidak boleh keluar rumah saat berada di penampungan.

“Ponsel saya juga sering diperiksa oleh tersangka. Ketika saja sakit, saya sempat memberi kabar ke keluarga. Lalu, keluarga hendak menjemput saya di penampungan. Tapi, tersangka minta uang ganti rugi Rp5 juta kalau saya pulang dari penampungan,” sebutnya.

155