Jakarta, Gatra.com - Lembaga Survei Indonesia (LSI) mencatat bahwa dukungan masyarakat Jawa Timur (Jatim) terhadap kekerasan ekstrem saat ini cenderung rendah. Hal itu tergambar dari hasil pengukuran dengan empat skala berupa persetujuan terhadap tindakan kekerasan ekstrem, di mana mayoritas warga tidak menyetujui adanya tindakan tersebut.
Adapun dukungan pada kekerasan ekstrem itu diukur dengan empat pertanyaan mengenai persetujuan itu, dengan menggunakan skala 1 sampai 5. Hasil pengukuran itu pun menunjukkan nilai rata-rata dukungan sebesar 2,38 atau di bawah rata-rata.
"Namun demikian, sejumlah warga Jawa Timur tampak mendukung kekerasan ekstrem, terutama tindakan pergi berperang di negara lain untuk membela umat agamanya yang dianiaya. Sekitar 46 persen setuju akan tindakan tersebut," ujar Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan dalam hasil survei opini publik bertajuk 'Sikap Publik atas Kekerasan Ekstrem dan Intoleransi dalam Kehidupan Beragama di Jawa Timur', pada Kamis (22/6).
"Hal ini perlu menjadi perhatian karena hingga saat ini cukup banyak warga yang pergi ke Suriah untuk bergabung dengan ISIS dan ikut berperang di sana," sambungnya.
Sementara itu, tiga jenis tindakan kekerasan ekstrem lain juga memiliki pendukung, meski saat ini angkanya cenderung sedikit. Sebagaimana tertera dalam survei, sebanyak 16 persen masyarakat setuju untuk melakukan pembalasan terhadap kelompok lain yang menyerang umat agamanya.
Sebanyak 9 persen lainnya setuju untuk mendukung organisasi yang memperjuangkan agamanya walau melanggar hukum, dan 5 persennya mendukung organisasi yang memperjuangkan agamanya walau terkadang menggunakan kekerasan.
"Dukungan publik tersebut, meski jumlahnya tidak banyak, namun patut diwaspadai karena dapat menjadi ladang dari tindakan kekerasan ekstrem," kata Djayadi.
Meski cenderung rendah, Djayadi menilai bahwa dukungan pada tindakan ekstrem itu perlu mendapatkan perhatian. Pasalnya, dukungan tersebut tampak lebih banyak berasal dari kelompok usia yang lebih muda, yakni pada usia 25 tahun ke bawah.
Survei pun mencatat, dukungan itu lebih banyak diberikan oleh masyarakat dari tingkat pendidikan rendah hingga menengah, dan banyaknya tersebar di daerah pemilihan (dapil) Jawa Timur 4, Jawa Timur 5, Jawa Timur 10, dan Jawa Timur 11.
Djayadi mengatakan, profil pendukung berdasarkan umur itu juga mirip dengan pendukung organisasi kekerasan ekstrem. Di mana, ada cukup banyak masyarakat yang mendukung organisasi kekerasan ekstrem dari kelompok usia muda di bawah 21 tahun.
Dengan angka 18,9 persen, jumlah pendukung pada kelompok umur tersebut tercatat lebih banyak dari pendukung pada kelompok usia lain. Bahkan, masyarakat pada kelompok usia itu pun cenderung lebih ragu-ragu dibanding kelompok lain dengan 34,5 persen.
Sementara itu, berdasarkan wilayah, masyarakat muslim di dapil Jawa Timur 11 tampak cukup banyak mendukung organisasi-organisasi kekerasan ekstrem. Di samping itu, masyarakat muslim di dapil Jawa Timur 7 banyak yang menyatakan ragu-ragu untuk mendukung atau tidak mendukung organisasi-organisasi tersebut.
Hasil survei LSI itu pun mencatat ISIS dan Front Pembela Islam (FPI) sebagai organisasi yang telah banyak diketahui, dengan jumlah awareness mencapai 61,7 persen untuk ISIS dan 53,1 persen untuk FPI.
Sementara itu, dua organisasi lain seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dan Jamaah Islamiyah (JI) lebih sedikit diketahui, dengan 32 persen untuk HTI dan 31,5 persen untuk JI. Namun demikian, cukup banyak orang-orang yang mengetahui JI yang tampak mendukung organisasi tersebut.
"Meskipun secara umum Muslim di Jawa Timur kurang mendukung organisasi kekerasan ekstrem, namun adanya kelompok demografi yang memberi cukup banyak memberi dukungan patut menjadi perhatian," pungkasnya.
Sebagai informasi, survei tersebut dilaksanakan pada 16-29 Mei 2022, dengan 1550 responden berusia 17 tahun atau lebih sebagai sampel basis. Adapun, margin of error dari ukuran sampel tersebut sebesar kurang lebih 2.5 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Dalam survei itu, dilakukan pula oversample di 4 wilayah, yakni wilayah DKI Jakarta dan Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, serta Jawa Timur, yang masing-masing menjadi 600 responden. Adapun, margin of error sampel sebesar kurang lebih 4.1 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Total sampel yang dianalisis pada survei tersebut sebanyak 3.090 responden.