Solo, Gatra.com- Pinsar Petelur Nasional (PPN) meminta pemerintah membuat regulasi yang pasti terkait pakan ternak. Pasalnya saat ini masalah pakan menjadi persoalan yang membuat peternak telur terhimpit.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Presidium PPN Yudianto Yosgiarso, Selasa (20/6). Menurutnya pemerintah harus membuat regulasi mengenai pakan. Termasuk mengevaluasi harga jagung yang saat ini ada di pasaran.
”Mungkin ada baiknya pemerintah melakukan evaluasi harga,” katanya. Menurut dia, jika pemerintah tidak membuat regulasi mengenai pakan, peternak akan semakin terhimpit. Apalagi saat harga pakan ternak naik, akan sangat mempengaruhi harga telur.
Baca juga: Jelang Iduladha, Bapanas Pastikan Stabilitas Pasokan dan Harga Pangan Terjaga
”Begitu melambung tinggi (harga telur), kami yang diuber-uber. Seolah-olah begitu harga (pakan) naik, peternak tidak punya hak untuk naik. Padahal peternak juga butuh hidup, butuh kelangsungan untuk usahanya dan itu memang kenyataannya, tidak dibuat-buat,” katanya.
Akibatnya, banyak peternak yang akhirnya menjual kandangnya dan menunda pengisian kandang. Dengan kondisi ini, menurutnya pemerintah harusnya bisa melakukan evaluasi. Sebab hal ini tidak pernah dilakukan, sehingga harga jagung sebagai bahan utama pakan ternak menjadi terus naik.
"Di tahun 2015 lalu harga jagung hanya Rp 5.000 ribu hingga Rp 6.000 ribu saja. Sementara pakan harganya saat itu Rp 5.250. Tapi sekarang harga pakan, padahal jagung yang sempat naik sampai Rp 6.000 sudah kembali ke Rp 5.000,” katanya.
Baca juga: Aprindo Pertanyakan Keseriusan Mendag Zulhas Lunasi Utang Rafaksi Migor
Saat ini harga pakan sudah menyentuh angka Rp 7.900, padahal pemakaian jagung dalam pakan mencapai 50 persen. Untuk itu ia meminta agar pemerintah bisa terbuka, termasuk jika ada kekurangan jagung dalam produksi, harusnya ada antisipasi.
”Saat ini saja jagung masih bertengger di harga Rp5.700. Ya kalau sampai memang betul-betul besok defisit, harus ada antisipasi. Saya tidak menyarankan untuk impor. Tapi ada banyak cara untuk mengatasi persoalan ini,” ujarnya.
Sejauh ini peternak hanya menginginkan kebutuhan jagung tercukupi. Pemerintah bisa memberikan penugasan melalui BUMN khususnya Bulog.
”Tetapi jika benar-benar defisit maka terpaksa harus ada impor terbatas,” katanya.