Jakarta, Gatra.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) berhasil menyita uang dugaan suap, gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebesar Rp210 miliar milik Bupati nonaktif Kabupaten Mamberamo Tengah, Ricky Ham Pagawak (RHP). Ia terjerat kasus tindak pidana korupsi terkait proyek pembangunan infrastruktur di wilayah yang dipimpinnya selama dua periode berkuasa.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri mengatakan aset TPPU milik RHP yang berhasil KPK sita di antaranya adalah satu unit apartemen, 18 bidang tanah beserta bangunan di atasnya (dengan luas bervariasi), tujuh unit kendaraan roda empat (berbagai merk dan spesifikasi), dan sejumlah uang dengan total nilai ratusan juta rupiah.
“Pengenaan pasal TPPU ini merupakan langkah KPK untuk memberikan efek jera kepada pelaku tindak pidana korupsi. Di mana, dalam memberikan efek jera terhadap pelaku, hukuman yang dikenakan tidak hanya soal pidana badan saja namun juga dilakukan perampasan aset, yang pada akhirnya akan dikembalikan ke kas negara sebagai asset recovery,” kata Ali kepada wartawan, Selasa (20/6).
Asset recovery atau pengembalian aset hasil korupsi, jelas Ali, jadi salah satu fokus yang saat ini KPK lakukan dalam upaya pemberantasan korupsi. Pengoptimalan asset recovery menjadi poin fundamental.
Nominal yang dikembalikan ke kas negara nantinya akan dikelola dan dikembalikan lagi untuk kesejahteraan masyarakat. Uang tersebut akan digunakan untuk membangun infrastruktur, mempercepat pertumbuhan ekonomi, dan pemerataan pembangunan.
“Menanggapi narasi yang dibangun oleh pihak-pihak tertentu terkait penanganan tindak pidana korupsi di Papua adalah diskriminatif, KPK menegaskan bahwa upaya pemberantasan korupsi di Indonesia tidak pernah memandang lokasi,” jelasnya.
Di wilayah Papua, KPK juga memberikan perhatian melalui pendekatan pencegahan dan pendidikan antikorupsi. Mengingat, bumi Papua yang kaya akan potensi sumber daya alamnya harus dikelola dengan memegang teguh azas keberlangsungan dan kesejahteraan bagi masyarakat.
“Gelontoran anggaran dari pemerintah pusat—yang nominalnya tidak kecil—harus dieksekusi sebaik mungkin agar pemerataan pembangunan di Papua tercapai,” ujarnya.
Ali menambahkan, potensi dan sumber daya yang ada saat ini di Papua jika dikelola oleh oknum yang salah maka bukan hasil yang didapatkan namun justru penderitaan.
“Mengapa? Dengan dalih atas nama rakyat, para oknum pelaku tindak pidana korupsi di Papua seyogianya hanya ingin menikmati kekayaan Papua untuk dirinya sendiri dan golongan tertentu saja,” tambah Ali.
“Jika hal itu yang terjadi, potensi yang dimiliki Papua akan disia-siakan begitu saja. Pada akhirnya masyarakat pun akan terbelenggu di dalam pusaran yang membuat hidup terus menderita,” pungkasnya.