Jakarta, Gatra.com - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan adanya temuan pemeriksaan yang secara keseluruhan bernilai Rp25,85 triliun. Jumlah itu pun tercatat dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II Tahun 2022 atas 388 Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP), yang 1 di antaranya adalah LHP keuangan, 177 LHP kinerja, serta 210 lainnya merupakan LHP dengan tujuan tertentu.
"Dengan rincian, temuan terkait ketidakhematan, ketidakefisienan, dan ketidakefektifan sebesar 11,2 triliun, serta temuan terkait ketidakpatuhan sebesar 14,65 triliun," Ketua BPK Isma Yatun dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-27 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2022-2023, di Gedung Nusantara, Jakarta, Selasa (20/6).
Di samping itu, Isma mengatakan bahwa IHPS tersebut juga mengungkapkan adanya temuan terkait kelemahan sistem pengendalian intern. Isma menyebut, selama proses pemeriksaan, entitas telah menindaklanjuti dengan melakukan penyetoran uang maupun penyerahan aset sebesar 577,69 miliar.
Tak hanya itu, IHPS II Tahun 2022 juga memuat hasil pemeriksaan atas dua prioritas nasional, yakni penguatan infrastruktur dan penguatan stabilitas politik, hukum, pertahanan dan keamanan, serta transformasi pelayanan publik. Adapun, pemeriksaan itu dilakukan di 29 instansi pemerintah pusat, 90 instansi pemerintah daerah, dan 4 badan usaha milik negara (BUMN).
"Hasil pemeriksaan atas penguatan infrastruktur menunjukkan permasalahan, antara lain manajemen aset konsesi jalan tol masih belum memadai. Di antaranya, tanah seluas 87,90 juta meter persegi pada 33 ruas jalan tol belum bersertifikat," ujarnya.
Atas permasalahan tersebut, BPK pun merekomendasikan pemerintah untuk melakukan pendataan, inventarisasi ulang, dan menyelesaikan proses sertifikasi tanah pada ruas jalan tol tersebut.
Tak hanya itu, Isma pun mengungkapkan adanya permasalahan dalam penguatan stabilitas politik, hukum, pertahanan dan keamanan, serta transformasi pelayanan publik. Salah satunya adalah penetapan aksi pencegahan korupsi yang belum sepenuhnya didukung oleh data karakteristik risiko korupsi serta belum mengacu pada hasil kajian akademik.
"Atas permasalahan ini, BPPK merekomendasikan kepada tim nasional pencegahan korupsi untuk memerintahkan sekretariat nasional pencegahan korupsi menyusun dan menetapkan pedoman dan prosedur operasional baku terkait dengan penyusunan aksi pencegahan korupsi," tuturnya.
Isma pun meminta agar penyusunan pedoman dan prosedur itu dapat didukung oleh kajian, analisis risiko, serta hubungan atau pentingnya aksi pencegahan korupsi yang diusulkan dalam mengatasi risiko korupsi.
Selain itu, Isma juga memaparkan bahwa IHPS tersebut juga mengungkapkan hasil pemantauan tindak lanjut atas rekomendasi hasil pemeriksaan BPK terhadap entitas yang diperiksa, sejak 2005 hingga 2022 silam. Temuan itu pun mengungkapkan bahwa sebanyak 77 persen tindak lanjut telah berjalan sesuai. Sementara itu, ada 17 persen tindak lanjut yang belum sesuai, 5 persen yang belum ditindaklanjuti, dan sebanyak 1 persen lainnya tidak dapat ditindaklanjuti.
"Secara kumulatif, hingga 31 Desember 2022, entitas telah menindaklanjuti rekomendasi BPK dengan melakukan penyetoran uang dan/atau penyerahan aset ke negara atau daerah, perusahaan, sebesar 136,03 triliun," tuturnya dalam kesempatan itu.