Jakarta, Gatra.com - Protes dari masyarakat lokal Papua atas aktivitas pertambangan oleh PT Madinah Quarrata'ain sengaja dibiarkan oleh perusahaan. Manajer Hubungan Kepemerintahan PT Madinah Qurrata ‘Ain, Dwi Partono mengatakan, pembiaran dilakukan karena perusahaan tidak ounya struktur untuk menjalankan fungsi untuk berhubungan dengan media atau menangani protes yang ada.
"Kami tidak memiliki kebijakan untuk menindaklanjuti hal tersebut, yang penting oke dibiarkan saja jalan," ucap Dwi Partono dalam persidangan dugaan pencemaran nama baik yang melibatkan Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti, Jakarta, Senin (19/6).
Dwi mengatakan, PT Madinah sudah melaporkan protes tersebut kepada ESDM dan pihak kabupaten serta perwakilan di provinsi. Dalam persidangan, Dwi mengaku hanya mengetahui kasus-kasus pelanggaran HAM di Papua berdasarkan pemberitaan yang ada. Ia mengaku, sangat jarang menerima laporan langsung terkait protes atau kasus-kasus di sekitar area tambang yang dimiliki aksesnya oleh PT Madinah Quarrata'ain.
"Yang saya tahu dari laporan staff biologi kami di lokasi, mereka memprotes, meminta PT Madinah untuk tidak bekerja karena mengganggu aktivitas penambangan liar," kata Dwi.
Ia mengatakan tidak tahu ketika ditanya oleh penasehat hukum Haris-Fatia mengenai satu masyarakat adat yang meninggal dunia setelah ditembak oleh aparat keamanan di proyek Darewo. Dwi mengatakan, ia hanya mengetahui dari berita yang ada kalau pelaku penembakan merupakan seorang anggota Brimob.
"Kami pernah melakukan audiensi dengan BKPM Provinsi, tapi hanya membahas tentang rencana-rencana program kerja," jelas Dwi lagi.
Pembahasan tersebut juga hanya membahas membahas mengenai rencana kerja dan anggaran belanja yang harus diajukan oleh PT Madinah Quarrata'ain untuk mendapatkan persetujuan sebelum boleh melakukan eksplorasi. Tidak ada pembahasan terkait protes atau interaksi lain dengan masyarakat lokal di sekitar pertambangan.
Dwi juga mengaju tidak mengetahui secara pasti siapa atau kelompok masyarakat mana yang bersinggungan dengan PT Madinah. Selama persidangan, Dwi hanya menyebut mereka sebagai penambang liar.