Jakarta, Gatra.com - Haris Azhar dan penasihat hukumnya mempertanyakan alasan PT Madinah Quarrata'ain meminta pengamanan dari aparat kepolisian di Kabupaten Paniai mengingat perusahaan ini masih belum mendapat izin dari pemerintah untuk melakukan pertambangan di daerah tersebut.
Manajer Hubungan Kepemerintahan PT Madinah Qurrata ‘Ain, Dwi Partono, yang dihadirkan sebagai saksi di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (Jaktim), Senin (19/6), bersikeras, pihaknya berhak untuk melakukan aktivitas pertambangan di Papua meski mendapat penolakan dari masyarakat lokal.
PT Madinah merupakan salah satu perusahaan yang diduga terlibat dalam hubungan kerja sama dengan anak perusahaan milik Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Maves), Luhut Binsar Pandjaitan, yaitu PT Tobacom Del Mandiri.
Dwi membenarkan bahwa PT Madinah memang pernah memiliki kesepakatan kerja sama dengan PT Tobacom yang direkturnya adalah Jenderal Purnawirawan TNI Paulus Prananto.
Saat ini, proses eksplorasi belum dilakukan lantaran PT Madinah belum mendapatkan sertifikat clean and clear dari pemerintah. Tapi, ia mengatakan, proses persiapan awal sudah bisa dilakukan.
"Kenapa kami membicarakan soal keamanan, karena kami akan mulai membangun landasan pesawat di lokasi dan juga kami akan membuat camp di lokasi," ucap Dwi.
Ia pun mengatakan, hal ini tidak termasuk sebagai operasi ataupun eksplorasi. Dwi menjelaskan, dalam dunia pertambangan, tahap preparation itu artinya perusahaan mempersiapkan semua kebutuhan sebelum kegiatan pertambangan dilakukan. Beberapa yang harus disiapkan adalah camp, landasan terbang, dan lain sebagainya.
Penjelasan ini tidak didebat oleh pihak Haris dan Fatia meski mereka menilai bahwa proses preparation ini seharusnya sudah bisa dikatakan sebagai operasi.
Haris pun menanyakan secara langsung bentuk ancaman apa yang dihadapi oleh PT Madinah sehingga butuh pengamanan. Tapi, Dwi mengatakan, hingga kini tidak ada ancaman yang terjadi. Ia menjelaskan, pengamanan dilakukan karena di lokasi yang disebut milik PT Madinah banyak terdapat penambangan liar.
"Kami enggak mau terganggu dengan aktivitas penambang liar yang notabene menolak keberadaan kami sebagai perusahaan yang memiliki izin," kata Dwi.
Ia menjelaskan, aparat kepolisian diminta untuk mengamankan aset perusahaan berupa camp sekaligus karyawan PT Madinah yang bertugas di sana untuk melakukan preparation. Namun, berdasarkan keterangan Dwi seusai sidang, proses ini sudah terhenti sejak tahun 2017.
Berdasarkan kesaksian Dwi, PT Tobacom yang ditugaskan oleh PT Madinah Quarrata'ain untuk mendapatkan status clean and clear ini juga diminta untuk mengatur pengamanan selama proses preparation. Jika hal ini berhasil, PT Tobacom akan menerima saham sebesar 30 persen di PT Madinah.
Reporter Shela Octavia