Jakarta, Gatra.com – Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) menahan tiga mantan direksi PDAM Kota Makassar setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi penggunaan dana pembayaran Tantiem dan Bonus atau Jasa Produksi Tahun 2017–2019 sebesar Rp19,1 miliar.
Ketiga mantan direksi PDAM Kota Makassar tersebut, yakni Direktur Utama (Dirut) Hamzah Ahmad, Plt Direktur Keuangan Tiro Paranoan (TP), dan Direktur Keuangan Asdar Ali (AA) ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas 1 A Makassar.
“Penahanan selama 20 (dua puluh) hari sejak tanggal 13 Juni sampai dengan 2 Juli 2023,” kata Soetarmi, Kepala Seksi Penerangan Hukum (Kasipenkum) Kejati Sulsel, dalam keterangan pers Selasa (13/6).
Penahanan ketiga tersangka tersebut berdasarkan Surat Perintah Penahanan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Nomor : 101-103/P.4.5/Fd.1/06/2023 tanggal 13 Juni 2023.
Adapun penetapan tersangka Hamzah Ahmad, Tiro Paranoan, dan Asdar Ali berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan Nomor : 146, 147 dan 148/P.4/Fd.1/06/2023 tanggal 13 Juni 2023.
Kejati Sulsel menetapkan tersangka ketiga mantan direksi PDAM Kota Makassar tersebut setelah memperoleh dua alat bukti permulaan yang cukup terkait adanya dugaan tindak didana korupsi penggunaan dana tersebut.
“Diduga telah terjadi perbuatan melawan hukum dalam pelaksanaan penggunaan laba perusahaan di saat masih mengalami rugi kumulatif,” katanya.
Pengunaan dana tersebut untuk membayar tantiem dan jasa produksi tahun 2017–2019 sebesar Rp19.194.992.107,60. Pengunaan dana tersebut mengakibatkan kerugian keuangan negara, dalam hal ini PDAM Kota Makassar.
Ketiga orang tersebut ketika menjaba direksi PDAM Makassar tersebut melakukan perbuatan merugikan keuangan negara, yakni pada tahun 2019 PDAM Kota Makassar mendapatkan laba.
“Untuk menggunakan laba tersebut dilakukan rapat direksi yang disetujui oleh Dewan Pengawas kemudian ditetapkan oleh wali kota,” katanya.
Soetarmi menyampaikan, prosedur untuk permohonan penetapan penggunaan laba dari direksi PDAM Kota Makassar kepada wali Kota Makassar melalui dewan pengawas sampai dengan pembagian laba tersebut seharusnya melalui pembahasan atau rapat direksi dan dicatat dalam notulensi rapat.
Faktanya, lanjut Soetarmi, kurun waktu tahun 2019 untuk laba 2018 sampai dengan tahun 2020 untuk laba 2019 dilakukan pembahasan atau rapat direksi terkait permohonan penetapan penggunaan laba dan pembagian laba, namun rapat pengusulan penggunaan laba, pengusulan PDAM Kota Makassar ke Wali Kota, pembuatan SK penggunaan laba oleh Pj. Wali Kota sampai dengan pencairan dilakukan dalam waktu satu hari sehingga tidak melalui tahapan verifikasi dan telaah.
“M?eskipun PDAM Kota Makassar mendapatkan laba, seharusnya PDAM Kota Makassar memperhatikan adanya kerugian dalam hal ini kerugian akumulasi sejak berdirinya PDAM Kota Makassar sebelum mengusulkan untuk menggunakan laba,” ujarnya.
Para tersangka di atas tidak mengindahkan aturan Peraturan Pemerintah (PP) 54 Tahun 2017 oleh karena beranggapan bahwa pada tahun berjalan kegiatan yang diusahakan memperoleh laba sedangkan akumulasi kerugian bukan menjadi tanggungjawabnya.
Mereka menilai itu tanggung jawab direksi sebelumnya sehingga mereka merasa berhak untuk mendapatkan untuk pembayaran tantiem dan bonus/jasa produksi yang merupakan satu kesatuan dari penggunaan laba yang diusulkan.