Sukoharjo, Gatra.com – Industri tahu yang berada di Dukuh Turiharjo, Desa Madegondo, Kecamatan Grogol, Sukoharjo, Jawa Tengah, diduga mencemari lingkungan. Ketua Lembaga Penyelamat Aset dan Anggaran Belanja Negara (LAPAAN) RI, Kusumo Putro, meminta dinas terkait untuk menutup sementara industri tahu tersebut.
Pengawas Lingkungan Hidup Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Sukoharjo, Ihsan Fauzi, mengatakan, instalasi pengolahan air limbah (IPAL) pada pabrik tahu tersebut hingga kini belum berfungsi. Meski begitu, pemilik pabrik tahu masih melakukan operasional.
Pada sidak pekan lalu, pemilik industri tahu diminta untuk menyanggupi beberapa poin, yakni melakukan pengerukan atau mengangkat sedimen dan abu di saluran air belakang pabrik tahu, memfungsikan IPAL yang ada dengan berkoordinasi dan meminta pendampingan DLH Kabupaten Sukoharjo.
Kemudian, menyanggupi tidak membuang limbah cairan dan abu sisa pembakaran ke salurang air warga/fasilitas umum, meninggikan cerobong asap sesuai standar industri yang berpotensi asap untuk mengurangi polusi udara di level ruang hidup manusia.
Terakhir, mengoperasikan mesin diesel sesuai dengan jam kerja selama 8 jam dan mematikan mesin diesel saat terdengar suara adzan untuk mengurangi polusi suara serta menghormati aktivitas ibadah.
“Dari pantauan sudah melakukan pengerukan, namun limbah masih dibuang di sungai di mana seharusnya limbah masuk ke IPAL agar aman,” katanya.
Dia menyebut, pembuangan limbah ke sungai ini lantaran belum difungsikannya kembali IPAL. Sehingga jika aliran air pada sungai mengendap, maka akan muncul bau tidak sedap. Hal ini mengingat bahan yang ada di aliran pembuangan yakni bahan organik.
“Pembuangan limbah ke sungai masih terjadi karena IPAL belum di revitalisasi. Untuk masalah revitalisasi IPAL, kami dari DLH menunggu surat dari pihak perusahaan,” terangnya.
Sementara itu, anak pemilik industri tahu, Dwi Purwanto, mengatakan, pengerukan sudah dilakukan pascasidak pada tanggal 7 Juni lalu. Proses pengerukan dibantu lima orang warga sekitar pabrik.
“Sudah ditindaklanjuti, terutama genangan air [pengerukan aliran sungai], airnya susah mengalir lancar yang belum terselesaikan terakhir IPAL,” katanya.
Dwi pun meminta kepada pemerintah agar segera dilakukan revitalisasi IPAL. Sebab, pabrik tahu yang berada di Dukuh Turiharjo, Desa Madegondo, tidak hanya milik orang tuanya saja, namun ada empat pabrik tahu lainnya yang hingga kini masih beroperasi.
Protes bau limbah pabrik tahu ini mengemuka setelah direspons Ketua LAPAAN RI, Kusumo Putro, berdasarkan laporan warga. Kusumo menilai, meski baru satu poin yang sudah dilakukan, namun setidaknya pihak pabrik segera memenuhi lima poin kesanggupan tersebut.
“Cerobong asap masih seperti saat disidak kemarin belum ada upaya ditinggikan. Oleh karena itu kami minta kepada DLH Sukoharjo bersifat tegas pada pemilik pabrik tahu," ujarnya.
Ia menyampaikan, apabila tidak segera dilakukan, pihaknya meminta dinas terkait atau pemerintah daerah menutup sementara pabrik tersebut sebelum melakukan apa yang sudah menjadi kesepakatan, karena kalau tidak, limbahnya akan mengganggu lingkungan sekitar.
Selain itu, Kusumo juga meminta kepada Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (DPUPR) Kabupaten Sukoharjo, untuk segera mengecek bangunan pabrik yang berdiri di sempadan sungai. Sebab, lebar sungai yang semula sekira 6-7 meter, kini menyempit tinggal sekira 1 meter.
“Kami juga minta kepada DPUPR dan BPN untuk mengecek ke lapangan, apakah bangunan tersebut mempunyai sertifikat atau memang berdiri di sempadan sungai. Apabila memang berdiri di sempadan sungai, maka kami minta untuk dibongkar, dikembalikan fungsi sungai seperti semula,” tandas Kusumo.