Yogyakarta, Gatra.com - Terdakwa kasus mafia tanah kas desa di Daerah Istimewa Yogyakarta menerima lebih dari Rp29 miliar dari investor. Dari kasus ini, negara dirugikan ‘hanya’ Rp2,9 miliar.
Hal itu terungkap dalam sidang perdana kasus penyalahgunaan tanah kas desa di Desa Mundu, Nologaten, Caturtunggal, Depok, DIY, dengan terdakwa Robinson Saalino di Pengadilan Tipikor Yogyakarta, Senin (12/6).
Sidang perdana yang dipimpin Hakim Muhammad Djauhar Setiyadi ini mengagendakan pembacaan dakwaan dengan terdakwa hadir secara daring dari Lapas Wirogunan.
Direktur perusahaan properti PT Deztama Putri Sentosa ini disebut memanfaatkan lahan kas desa nyaris sekitar 20 ribu meter persegi atau tepatnya 19.860 meter persegi. Dari luas itu, 13.900 meter persegi digunakan untuk bangunan.
“Sekitar agustus 2020 terdakwa Robinson Saalino telah membuat kavling-kavling atas tanah seluas 16.215 meter persegi untuk disewakan kepada penyewa atau investor dalam bentuk kavling yang terdiri dari tipe kavling, kavling B, dan kavling C, maupun hunian tipe Mezzanine, dan tipe Town House,” papar Jaksa Penuntut Umum, Ali Munip, dalam dakwaannya.
Saat dirinci pemasukan dari investor, terdakwa menerima dari 66 kavling tipe B dan C sebesar Rp10,8 miliar, lalu 39 unit tipe Mezzanine menerima Rp13,5 miliar, dan dari 17 unit tipe tipe Town House menerima Rp4,7 miliar. “Total penerimaan atau pemasukan dari para penyewa atau investor oleh PT Deztama Putri Sentosa menerima total Rp29 miliar,” kata jaksa.
Setelah dihitung dari biaya sewa, pajak, dan denda, total kerugian negara dalam kasus ini adalah Rp2,9 miliar. Robinson pun dijerat pasal 2 ayat 1 jo pasal 18 UU nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana. Atas dakwaan ini, terdakwa mengajukan keberatan.
Baharuddin Kamba, peneliti Jogja Corruption Watch (JCW), lembaga yang mengawal kasus ini, berharap hakim dan jaksa dapat mendalami keterangan dari sidang ini agar dapat mengungkap peran aktor lain dan tak berhenti di Robinson dan Lurah Caturtunggal yang juga telah jadi tersangka.
Menurut Kamba, fakta di persidangan dapat menjadi bagi Kejati DIY untuk menjerat pelaku lain jika memang ada. “Harapannya sidang perkara ini bisa mengungkap apakah ada pihak lain yang terlibat di kasus ini,” kata dia. “Aliran dana dari terdakwa Robinson ke mana saja harus ditelusuri secara tuntas tanpa pandang bulu.”