Jakarta, Gatra.com - Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) mempertanyakan keseriusan Kementerian Perdagangan, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan dan jajarannya dalam menuntaskan pembayaran hutang rafaksi minyak goreng.
Ketua Umum Aprindo, Roy N Mandey menyebut bahwa penyelesaian utang rafaksi minyak goreng saat ini ternyata masih berjalan di tempat dan hampir dapat diprediksi dibuat dan dibiarkan berlarut larut tanpa adanya kepastian dan kejelasan pembayaran.
Roy menyinggung bahwa sampai Jumat (09/6) lalu belum ada keterangan resmi apapun baik dalam bentuk lisan maupun tulisan dari Kemendag kepada APRINDO tentang telah diterimanya hasil legal opinion (LO) dari Kejaksaan Agung.
"Sangat disayangkan kami hanya mendengar bahwa LO Kejagung yang memutuskan untuk Kemendag membayarkan Rafaksi Migor, kami dapatkan dari awak pers seperti yang telah di release pada berbagai tulisan media, ujar Roy dalam keterangannya kepada Gatra.com, Ahad (11/06).
Roy menyebut bahwa dalam pertemuan terakhir pada bulan lalu (11/5) di Kemendag yang dihadiri oleh Dirjen PDN Kemendag, Isy Karim didampingi Kepala Kebijakan Perdagangan Kemendag Kasan menyatakan sampai saat itu, Kemendag masih menunggu proses LO dari Kejagung tentang pembayaran Rafaksi Migor yang menurut Isy Karim dalam waktu dekat segera didapatkan.
Pernyataan ini, jelas Roy, memperkuat pernyataan Kemendag yang diwakili oleh Mendag Zulkifli Hasan saat RDP Komisi VI DPR RI (15/3), beliau menyampaikan bahwa di saat itu sedang menunggu LO dari Kejagung karena Mendag ketakutan dijerat oleh Hukum bila menjalankan pembayaran rafaksi.
Roy menyebut LO dari Kejagung secara jelas berisi perintah agar rafaksi migor harus dibayarkan kepada pelaku usaha, dalam hal ini produsen & pertiel modern anggota Aprindo.
Namun, jelas Roy, pada saat RDP Komisi VI DPR RI dengan Kemendag pada Rabu (7/06) lalu, Mendag mengatakan LO Kejagung tentang pembayaran rafaksi tidak cukup substantif sehingga perlu dilakukan klarifikasi dan pengecekan ulang kepada BPK Dan BPKP.
Aprindo, tegas Roy, amat menyayangkan pernyataan Mendag tersebut padahal sebelumnya dia sudah mengatakan bahwa jika LO sudah keluar dengan perintah bayar maka akan segera dibayarkan.
Menurutnya, bila ada ketidakcocokan data harusnya dari awal dilakukan klarifikasi antara data verifikator dengan data produsen dan Aprindo untuk apa data diverifikasi oleh BPK dan BPKP.
“Jargon kalo bisa dipersulit untuk apa dipermudah sepertinya terjadi dalam kasus rafaksi ini. Kami memprediksi praktek mengulur waktu yang tidak dengan komitmen dan pertanggungjawaban jelas menjadi sinyal serius atau tidaknya Pemerintah melalui Kemendag hendak menyelesaikan hutang Rafaksi Migor kepada peritel modern APRINDO di seluruh wilayah Indonesia,” ujarnya.
Lebih lanjut, Roy menduga bahwa Mendag saat ini enggan 'mencuci piring' atas peraturan Pemerintah yang bukan dibuat dan ditandatanganinya.
Ia menyinggung bahwa Mendag seolah agak lupa bahwa amanah yang diembannya dari Presiden bukan lah secara perorangan tetapi mewakili satu Institusi negara.
“Kami berharap dan terus berharap agar kasus rafaksi ini selesai karena jika kasus ini tidak selesai akan menjadi preseden citra buruk pemerintah yang tidak mampu memberikan kepastian hukum kepada dunia usaha yang nanti akan berdampak buruk terhadap iklim bisnis, investasi,” tegasnya.
Roy menegaskan bahwa ketidakpastian hukum yang dipertontonkan dari kasus utang rafaksi ini dapat saja mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Maka itu, pihaknya akan berjuang untuk menuntaskan permasalahan tersebut.
“Aprindo akan mengambil langkah yang signifikan, tegas & terukur untuk kasus rafaksi yang belum selesai dan berlarut larut ini," ujar Roy.