
Purworejo, Gatra.com - Permasalahan internal Akper (sekarang Sekolah Tinggi Kesehatan/STIKes) Pemkab Purworejo, Jawa Tengah, telah memasuki babak akhir dengan keluarnya putusan Mahkamah Agung yang menolak kasasi dari pemohon Sumardi dan dr Sarjana.
Kedua pemohon kasasi adalah pembina Yayasan Manggala Praja Adi Purwa Purworejo yang saat ini menaungi Akper Pemkab Purworejo. Sedangkan termohon kasasi adalah Akhmad Fauzi yang merupakan Pembina Yayasan Manggala Praja Adi Purwa, awal berdirinya Akper Pemkab Purworejo..
Dalam amar putusannya, Majelis Hakim Agung yang diketuai Dr Ibrahim dengan Hakim Agung anggota Dr Pri Pambudi Teguh dan Dr Nani Indrawati juga membebankan biaya perkara Rp500.000 kepada para pemohon kasasi.
"Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan di atas (putusan tingkat banding) ternyata putusan judec facti Pengadilan Tinggi Semarang dalam perkara ini tidak bertentangan dengan hukum dan/atau undang-undang, maka permohonan kasasi yang diajukan oleh Para Pemohon Kasasi: Sumardi, Sarjana tersebut harus ditolak," demikian bunyi putusan kasasi yang diputuskan pada 5 April 2023.
Karena para pemohon kasasi berada di pihak yang kalah, maka para pemohon juga dihukum untuk membayar biaya perkara dalam tingkat ini. Hal itu sesuai dengan UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan Kehakiman, Undang Undang Nomor 14 tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 5 Tahun 2004, dan perubahan kedua dengan Undang Undang Nomor3 Tahun 2009 serta peraturan perundangan lain yang bersangkutan.
Menanggapi putusan kasasi tersebut, termohon kasasi, Akhmad Fauzi dan kuasa hukumnya, Dewa Antara dari LBH Sakti mengaku akan segera mengajukan permohonan eksekusi ke PN Purworejo untuk mengambil alih Akper.
"Seharusnya sejak tahun 2016 harus dikembalikan ke akta nomor 35 tahun 2002 (awal mula pembentukan yayasan). Saya sudah bicara sejak tahun 2014, tiap tahun saya ngomong, tapi pihak yayasan sekarang diajak musyawarah tidak mau," jelas Akhmad Fauzi dalam konferensi pers di, Rabu (07/06/2023).
Konsekuensi dari kekalahan pemohon kasasi ini, menurit Fauzi, mereka harus mengembalikan aset kepada oemgurus yayasan lama yang tertera dalam akta nomor 35/2002, yaitu Yayasan Manggala Adi Purwa. Sementara dalam akta baru yang bernama Yayasan Manggala Praja Adi Purwa Purworejo
"Akta baru yang dipakai mereka sekarang, harus dicabut karena cacat hukum," tegas mantan Sekda Kabupaten Purworejo ini.
Ia lalu membeberkan dampak pidana yang dapat menjerat para pengurus yayasan Akper Pemkab Purworejo, pertama adalah penyerobotan aset. Dampak pidana kedua adalah dugaan pelanggaran UU Sisdiknas yang dalam poinnya mengatur bahwa, lembaga atau perorangan yang tidak punya ijin operasional dilarang menyelenggarakan kegiatan pendidikan.
Pidana ketiga yang diduga dilakukan Yayasan adalah, ketika dalam sengketa seharusnya tidak boleh melakukan pembangunan.
"Saat dalam sengketa mereka malah membangun gedung. Tapi bermaslaah juga, kontraktornya kena hukuman oenhara 4 tahun. Perubahan status (dari Akper ke STIKES) seharusnya menunggu hingga sengketa selesai. Tapi mereka mengajukan ke Dirjen Fikti memakai putusan dari PN Purworejo yang menyatakan gugatan kami Niet Ontvankelijke Verklaard (NO). Memang sudah inkracht, karena kami tidak melakukan banding, tapi kami melakukan gugatan lain. Gugatan kami yang baru tidak disampaikan ke Dirjen Dikti. Ijinnya juga pakai akta baru yang dibuat notaris dari Kabupaten Demak," kata Fauzi.
Sementara itu, Dewa Antara menambahkan bahwa, implilkasi dari putusan kasasi ini adalah, ijazah yang dikeluarkan oleh Akper Pemkab Purworejo ilegal.
"Ijazah yang dikeluarkan oleh Akper Pemkab Purworejo sejak tahun 2016 tidak sah. Karena penyelenggaraan pendidikan tidak punya legalitas (keabsahan)," kata Dewa.
Sementara itu, pihak Yayasan Manggala Praja Adi Purwa Purworejo yang dihubungi terkait putisan ini mengaku akan memberikan keterangan minggu depan.