Jakarta, Gatra.com - Wakil Ketua Komnas HAM periode 2002-2007, Zoemrotin K. Susilo, menegaskan pentingnya pengawasan internal dari sesama anggota komisioner. Hal ini ia sampaikan berkaca dari pengalamannya ketika masih aktif menjabat di masanya.
"Dengan ada yang mengamati, apa yang dianggarkan, apa yang direncanakan, itu pas dengan rencananya, saya kira itu penting sekali ya untuk dilakukan," ucap Zoemrotin dalam acara Diskusi Publik Mengokohkan Keadaban HAM di Indonesia, Jakarta, Rabu (7/6).
Zoemrotin menceritakan pengalamannya ketika memimpin Komnas HAM bersama Ketua Komnas HAM periode 2002-2007, Abdul Hakim Garuda Nusantara, yang dikenal memiliki kepribadian yang keras.
Zoemrotin bercerita bagaimana ia harus mengimbangi agar para komisioner dan staff di Komnas HAM tetap bisa bekerja dengan rajin dan maksimal.
Komnas HAM pada periode 2002-2007 memang sangat heterogen dalam urusan sifat dan latar belakang para anggotanya. Sebanyak 23 anggota komisioner, semuanya datang dari 10 latar belakang profesi.
Sebanyak 6 orang dari organisasi masyarakat sipil, 5 orang dari akademisi, dan 4 orang dari militer atau saat itu ABRI. Lalu, ada 2 orang yang merupakan pengacara dan sisanya lebih bermacam lagi. Ada yang mantan menteri, mantan ketua muda Mahkamah Agung, mantan Direktur Jenderal, ulama, jurnalis, dan sipil.
Zoemrotin mengatakan, keberagaman ini justru mendorong agar setiap anggota bekerja lebih maksimal. Ia mencontohkan sikap para anggota dari militer yang terkenal disiplin dan tepat waktu. Apalagi, saat itu Komnas HAM diisi tiga orang jenderal bintang 2 dan satu orang jenderal bintang 1.
"Jadi, selalu saya gini, kalau ada tim penyelidikan, harus tepat waktu. Karena, kalau minta waktu tambahan satu atau dua minggu saja, bagian militer yang menentang," kata Zoemrotin mengenang saat itu.
Penentangan itu dilakukan mengingat mundurnya suatu program tentu akan menambah biaya yang akan dikeluarkan oleh Komnas HAM. Zoemrotin mengatakan, para anggota saling melengkapi agar apa yang dikerjakan bisa maksimal.