Home Sumbagsel Masuki Puncak Kemarau, 10 Wilayah di Sumsel Terancam Kekeringan

Masuki Puncak Kemarau, 10 Wilayah di Sumsel Terancam Kekeringan

Palembang, Gatra.com – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Sumatra Selatan (Sumsel) memprediksi musim kemarau kali ini akan lebih kering dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Beberapa daerah di Sumsel diprediksi akan mengalami kekeringan.

Adapun wilayah Sumsel yang diperkirakan akan mengalami kekeringan di Sumsel, yakni Musi Banyuasin (Muba), Banyuasin, Palembang, Muara Enim, Ogan Ilir (OI), Ogan Komering Ilir (OKI), Ogan Komering Ulu Timur, Musi Rawas, Musi Rawas Utara, dan Lubuklinggau.

Baca Juga: Titik Hot Spot Medium dan Gelombang Panas, Sumsel Hemat Air Bersih, BMKG Imbau Waspada Kekeringan 2023

Daerah tersebut diprediksi mengalami kekeringan karena curah hujan akan terus mengalami penurunan. Di sisi lain, hujan masih turun di beberapa daerah namun dalam curah yang rendah. Beberapa wilayah tersebut antara lain Empat Lawang, Pagar Alam, Lahat, Muara Enim, Ogan Komering Ulu, dan Ogan Komering Ulu Selatan.

Kepala BMKG Sumsel, Wandayantolis, mengatakan bahwa awal musim kemarau diprediksi berlangsung pada Mei hingga Juni. Kondisi curah hujan masih terjadi secara sporadis dengan tren menurun, sebagaimana pola menuju puncak musim kemarau yang terjadi pada Juli hingga Agustus.

"Sampai dengan pertengahan Mei tren curah hujan terlihat menurun, namun masih terdapat 1 hari hujan tidak merata di antara 2–3 hari tanpa hujan," ujarnya.

Selain itu, suhu udara yang tinggi saat ini secara umum memang merupakan pola normal. Puncak suhu pertama terjadi sekitar Mei berkaitan dengan pelepasan energi panas dari laut dan daratan setelah gerak semu tahunan Matahari melewati Sumsel menuju Bumi bagian utara.

"Terdapat beberapa kali suhu maksimum mencapai batas ekstrem. Hal ini didorong juga oleh karena suhu muka laut yang masih tinggi dan memang indikasi adanya perubahan iklim," terangnya.

Wandayantolis menambahkan, hujan deras yang datang secara tiba-tiba merupakan kondisi umum pada saat transisi dan juga merupakan hasil interaksi sistem konvektif, berupa adanya pemanasan pada siang hari dengan kelembapan yang tinggi.

Interaksi sistem konvektif itu mendorong terbentuknya awan-awan konvektif yang menjulang tinggi, seperti kumulonimbus. Hujan yang terjadi karena sistem ini akan deras tetapi dengan durasi singkat.

"Kondisi curah hujan pada saat kemarau cenderung sama dengan biasanya. Kondisi 2023 diprakirakan akan sama dengan keadaan pada 2018," ungkapnya.

Baca Juga: Temuan Baru! Tanaman Kekeringan atau Dipotong Ternyata Menjerit Kesakitan

Saat ini, lanjutnya, faktor utama pengendali iklim yaitu ENSO berada dalam periode netral, bukan La Nina dan bukan El Nino dan prediksi BMKG juga internasional terdapat potensi El Nino setelah Juni 2023.

"Dengan ENSO netral, maka kondisi cuaca dan iklim akan dipengaruhi oleh faktor lain yang lebih dominan, seperti suhu permukaan laut dan arah angin monsun," katanya.

160