Jakarta, Gatra.com - Pengurus Pusat Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (PP IPHI) menyayangkan keputusan Dirjen Administrasi Hukum Umum (AHU) yang mengesahkan kepengurusan IPHI yang dipimpin Dr.Ir. H. Erman Soeparno dan Ir. H. Bambang Irianto.
Pihak PP IPHI menuding kepengurusan IPHI versi Erman hanya disusun berdasarkan pertemuan yang diklaim sebagai “Muktamar” Jakarta pada 11 Juni 2021 dan hanya dihadiri segelintir pegurus tanpa korum di Hotel Sahid Jakarta, lalu dimintakan pengesahan secara elektronik ke Kemenkum-HAM dengan data dan akta yang tidak valid.
Akta Notaris yang dituding tidak benar itu bernomor 3 tanggal 14 Juni 2021 yang dibuat di hadapan H. Zafrullah Hidayat, SH, M.Kn.
“Oleh karena itu masalah ini kami laporkan ke Polda Metro Jaya,” kata Ketua Departemen Hukum PP IPHI Dr. KH. Ustadz Buchory Muslim melalui rilis yang diterima Gatra.com, Sabtu (3/6/2023).
Laporan tindak pidana ke Polda Metro Jaya itu sebenarnya sudah dilayangkan pada Rabu, 31 Mei 2023), oleh pengacara PP IPHI Andris, SH.
Lebih lanjut Buchori menjelaskan, akibat adanya sistem elektronik (Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) Ditjen AHU, yang tanpa adanya verifikasi akta yang didaftarkan, Dirjen AHU kemudian mengesahkan Kepengurusan IPHI versi Erman Soeparno dengan dengan No. AHU.0000881.AH.02.08 Tahun 2021.
Akibatnya Muktamatar VII IPHI Surabaya yang berhasil memilih secara aklamasi H. Ismed Hasan Putro ketika kepengurusannya didaftarkan secara elektronik sudah terkunci.
Padahal Muktamar Surabaya dibuka secara resmi oleh Presiden Republik Indonesia dan diikuti oleh 28 Perwakilan Pengurus Wilayah dan 365 Pengurus Daerah.
Selain itu dalam Muktamar juga disampaikan sambutan oleh Menteri Koordinator Bidang Pengembangan Manusia dan Kebudayaan dan Gubenur Provinsi Jawa Timur serta pengarahan dari Menteri Koodinator Bidang Ekonomi dan Menteri Agama.
Dalam laporan dugaan tindak pidana pemalsuan, Buchori melalui kuasa hukumnya Andris, SH menyebut Mantan Menteri Tenaga Kerja (2005-2009) Erman Soeparno dkk melakukan tindak pidana pemalsuan atau menyuruh melakukan pemalsuan atau memasukkan keterangan palsu dalam Akta Notaris terkait kepengurusan IPHI “abal-abal.”
Menurut ustadz Buchory Muslim, pelaporan ini baru dilakukan sekarang karena memberi kesempatan kepada Erman Soeparno dan Bambang Irianto untuk bertaubat atas tindakannya yang berusaha membegal IPHI, namun belakangan ini makin keterlaluan.
Menurut Buchory Muslim, untuk menjaga marwah Lembaga Kepresidenan dan hak konstitusionil, Pengurus IPHI telah melakukan beberapa kali pertemuan klarifikasi dengan Dirjen AHU dan menyampaikan surat kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia memohon: (1) pembatalan dan pencabutan Surat No. AHU.0000881.AH.02.08 Tahun 2021, tanggal 15 Juni 2021, dan (2) menyetujui dan mengesahkan perubahan AD IPHI dan Kepengurusan IPHI 2021-2026 yang sah hasil Muktamar VII IPHI, Surabaya.
Namun hingga saat ini tidak mendapatkan tanggapan apapun, sehingga terasa mengabaikan asas-asas umum penyelenggaraan pemerintahan yang baik sebagaimana diatur dalam UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Sesuai asas hukum contrarius actus adalah asas yang menyatakan bahwa Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara (TUN) yang menerbitkan Keputusan TUN dengan sendirinya juga berwenang untuk membatalkannya. Dalam hal ini, Dirjen AHU berwenang dan berkewajiban untuk membatalkan dan mencabut Surat No. AHU.0000881.AH.02.08 Tahun 2021, tanggal 15 Juni 2021, setelah mengetahui bahwa Keputusan TUN yang diterbitkan berdasarkan keterangan palsu dalam Akta Autentik. Namun tidak dilakukan.
“Oleh karena itu dengan sangat berat hati Pengurus Pusat IPHI melaporkan Erman Suparno, dkk ke POLDA Metro Jaya terkait dugaan Tindak Pidana Pemalsuan sebagiamana diatur dalam UU No. 1 Tahun 1946 tentang KUHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 266, yakni menyuruh memasukan keterangan palsu dalam Akta Autentik, Akta Notaris No. 3, tanggal 14 Juni 2021 yang dibuat di hadapan H. Zafullah Hidayat, S.H., M.Kn,” kata Buchory Muslim.