Jakarta, Gatra.com - Badan Pengawas Mahkamah Agung (MA) RI dikabarkan telah melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap oknum juru sita pada salah satu pengadilan di wilayah Jakarta. OTT tersebut dilakukan pada Rabu (17/5) lalu, sekitar pukul 14.32 WIB bertempat di Jembatan Penyeberangan Orang (JPO), Jl. Letjen S Parman, Slipi, Palmerah, Jakarta Barat.
"Dalam operasi etik tangkap tangan tersebut Tim Mystery Shopper (MS) Badan Pengawasan telah mengamankan sejumlah uang dari tangan terperiksa," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA Sobandi, dalam keterangannya yang dikutip pada Selasa (30/5).
Sobandi menjelaskan, OTT tersebut berkaitan dengan adanya dugaan pungutan liar (pungli) dan pemerasan yang dilakukan oknum juru sita dalam proses pengurusan pengajuan permohonan penundaan eksekusi. Oknum itu pun langsung diamankan ke Kantor Badan Pengawas MA RI untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut.
Selain itu, Tim Badan Pengawas MA RI juga melakukan pemeriksaan terhadap atasan langsung terperiksa. Hal itu guna memastikan potensi adanya keterkaitan sejumlah pihak dengan kasus tersebut, sekaligus memastikan apakah atasan oknum Jurusita itu melaksanakan fungsi pengawasan dan pembinaan sebagaimana diamanahkan oleh Perma No. 8 Tahun 2016.
"Selain itu Tim Pemeriksa Bawas (Badan Pengawas) juga mengembangkan pemeriksaan kasus ini dengan melakukan pemeriksaan kepada pihak-pihak terkait lainnya untuk memastikan kasus ini bisa diusut dan diperiksa secara tuntas," kata Sobandi.
Setelah dilakukan pemeriksaan, oknum juru sita pun dinyatakan telah terbukti bersalah melanggar Pasal 3 ayat (3) Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI No. 122/KMA/SK/VII/2013 Tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Panitera Dan Jurusita jo Pasal 5 huruf l juncto Pasal 14 huruf h Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Oleh karena itu, oknum juru sita itu kemudian dijatuhi hukuman disiplin berat berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) huruf c Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Sementara itu, atasan langsung oknum tersebut juga dinyatakan terbukti bersalah membiarkan/tidak melarang atau mencegah terperiksa untuk melakukan tindakan pemerasan tersebut padahal ia sudah mengetahuinya.
Dengan kata lain, atasan oknum itu terbukti melanggar Pasal 6 ayat (3) Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI No. 122/KMA/SK/VII/2013 Tentang Kode Etik Dan Pedoman Perilaku Panitera dan Jurusita juncto Pasal 3 huruf f jo Pasal 11 huruf f Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
"Oleh karenanya, kepada yang bersangkutan dijatuhi hukuman disiplin berat berupa pembebasan dari jabatannya menjadi jabatan pelaksana selama 12 (dua belas) bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (4) huruf b Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil," kata Sobandi dalam keterangannya itu.