Jakarta, Gatra.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan, permasalahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) di provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) masuk dalam kategori darurat dan perlu campur tangan pemerintah pusat serta daerah untuk menyelesaikan masalah yang ada.
Masyarakat dinilai semakin rentan menjadi korban, terutama mereka yang tinggal di daerah perbatasan, termasuk para Pekerja Migran Indonesia (PMI) jalur unprosedural.
Badan Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BP2MI) NTT mencatat, pada tahun 2022, terdapat 120 pemulangan jenazah asal NTT. Per 25 Mei 2023, tercatat ada 56 jenazah PMI asal NTT yang dipulangkan melalui Bandara El Tari, Kupang.
Baca Juga: Aparat Penegak Hukum NTT Rakor Bersama Komnas HAM Bahas Penanganan TPPO
"Permasalahan TPPO di Provinsi NTT tidak terlepas dari tingkat kemiskinan dan rendahnya pendidikan masyarakat," jelas Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Komnas HAM, Anis Hidayah dalam pernyataan pada Kamis (25/5).
Anis menjelaskan, pola migrasi di wilayah NTT bersifat kultural sehingga memerlukan perlakuan khusus untuk menangani masalah yang muncul. Migrasi yang dilakukan oleh masyarakat biasanya berupa kunjungan keluarga, kepentingan beribadah, dan beberapa hal lainnya.
"Pola migrasi di NTT juga tidak bersifat direct atau langsung, tetapi melalui wilayah lain (transit), melalui Batam, Entikong, Nunukan, Medan, Jakarta, Natuna, dan Surabaya," jelas Ketua Tim TPPO ini.
Baca Juga: Sembilan Orang Korban TPPO Akan Laporkan Perekrut ke Bareskrim
Anis menjelaskan, pola migrasi ini kerap menimbulkan masalah ekonomi. Sementara, proses reintegrasi sosial di masyarakat belum berjalan sempurna. Hal ini juga yang menyebabkan potensi keberlangsungan masalah menjadi tinggi. Komnas HAM mencatat ada beberapa masalah yang kerap terjadi, antara lain permasalahan lahan, hilangnya hak-hak masyarakat adat, sampai hilang pekerjaan yang memaksa masyarakat untuk bekerja di luar negeri.
Temuan Komnas HAM juga mencatat lemahnya koordinasi para Organisasi Perangkat Daerah (OPD) khususnya untuk menangani kasus TPPO. Ketiadaan anggaran untuk melakukan sosialisasi dan diseminasi tentang PMI dan TPPO membuat penanganan pun bersifat insidental dan sporadis.
Baca Juga: Korban TPPO Akan Dipulangkan Tanggal 23 Mei 2023 Mendatang
Untuk itu, lanjut Anis Komnas HAM merekomendasikan agar implementasi UU TPPO di tingkat pusat dan daerah bisa dievaluasi secara menyeluruh, termasuk memperkuat koordinasi para penanggung jawab. Pemerintah juga diharapkan dapat menyediakan anggaran yang sesuai untuk menghadapi masalah TPPO ini.