Jakarta, Gatra.com - Mantan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan, menyayangkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan judicial review terkait masa jabatan pimpinan KPK dari empat menjadi lima tahun.
Novel yang kini menjabat Wakil Ketua Satuan Tugas Khusus (Satgassus) Pencegahan Korupsi Polri itu sangat perihatin atas kondisi KPK saat ini.
"Saya menjawab soal fenomena putusan ya, kalau itu jawabnya Innalilahi wa Innailaihi Rojiuun, karena kita prihatin kondisi KPK, dan kemudian ada perpanjangan," kata Novel di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (25/5).
Terkait putusan itu, Novel berpandangan bahwa aturan itu tidak ditujukan untuk kepemimpinan KPK saat ini. Sebab, kepemimpinan KPK saat ini telah disahkan melalui Surat Keputusan (SK) Presiden Republik Indonesia.
"Dari persepektif hukum, melihat putusan itu saya yakin itu putusan bukan untuk periode ini. Kenapa? Karena presiden ketika mengangkat pimpinan KPK kan dengan SK, SK-nya itu kurang lebih mengatakan periode pimpinan KPK untuk 2019-2023 ya kan," ucapnya.
Dia enggan mengomentari soal materi dari putusan MK yang memperpanjang masa jabatan KPK. Saat ditanya terkait kondisi KPK, Novel menilai lembaga antirasuah itu saat ini sudah lemah.
"Ya tadi ketika bicara kondisi KPK yang lemah, jawaban saya adalah Innalilahi wa Innailaihi Rojiuun," ungkapnya.
Diberitakan sebelumnya, Ketua MK Anwar Usman membacakan putusan atas gugatan yang diajukan Nurul Ghufron terkait Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam pertimbangannya, hakim MK menilai, sistem perekrutan pimpinan KPK dengan jangka waktu empat tahunan membuat kinerja pimpinan KPK dinilai dua kali oleh presiden dan DPR.
MK menganggap penilaian dua kali itu bisa mengancam independensi KPK. Sebab, presiden maupun DPR berwenang melakukan seleksi atau rekrutmen sebanyak dua kali dalam periode atau masa jabatannya. Adapun ketentuan masa jabatan pimpinan KPK ini diatur dalam Pasal 34 Undang-Undang 30 Tahun 2002 tentang KPK.
"Amar putusan, mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua MK Anwar Usman membacakan putusan di MK, Jakarta, Kamis (25/5).
Selain mengabulkan judicial review Pasal 34, MK juga mengabulkan permohonan koreksi Ghufron terkait batas usia calon pimpinan KPK minimal 50 tahun.
MK menilai, Pasal 29 huruf e Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentnag KPK atau UU KPK baru bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
“Tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai 'berusia paling rendah 50 tahun dan paling tinggi 65 tahun pada proses pemilihan',” kata Anwar Usman.