Jakarta, Gatra.com - Kondisi keuangan PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) dinilai cukup mengkhawatirkan. Hal itu akibat dari penerbitan global bonds yang akan digunakan untuk membayar utang kembali (refinancing).
Chief Analyst Deu Calion Futures (DCFX) Lukman Leong menilai tujuan refinancing perseroan dalam penerbitan surat utang akan menjadi sentimen negatif bagi perseroan. “Karena bukan untuk pengembangan bisnis, maka langkah (penerbitan) obligasi untuk bayar utang tidak beda dengan gali lubang tutup lubang,” ujar dia dalam keterangannya, Rabu (24/5/2023).
Lukman turut mengomentari pemangkasan target global bonds PGEO dari US$600-800 juta menjadi hanya US$400 juta. Menurutnya kekhawatiran akan gagal bayar yang terlalu besar disinyalir menjadi penyebab utama pemangkasan target tersebut.
Lukman mengatakan peringkat atau rating BBB- dari Fitch Ratings menjadi salah satu faktor utama pemangkasan target surat utang luar negeri PGEO. “Ini jadi sentimen buruk ya, dengan rating seperti itu pelaku pasar melihat risiko gagal bayarnya terlalu besar," sebutnya.
Selain itu, Lukman juga melihat adanya sentimen kurang baik dari bisnis perseroan yang dinilai belum menjanjikan bagi para investornya. “Saya lihat industri energi panas bumi juga masih banyak risiko dan susah profitable,” paparnya.
Bahkan, Lukman khawatir perseroan tidak mampu menyiapkan dana US$600 juta untuk membayar utang sindikasi yang akan jatuh tempo pada Juni mendatang. “Susah (untuk melunasi), saya kira bisa menyebabkan gagal bayar untuk pinjaman yang awal," tuturnya.
Seperti diketahui, PGEO berencana menerbitkan surat utang berwawasan hijau alias green bonds di luar wilayah Indonesia sebesar US$400 juta atau sekitar Rp6 triliun dengan kupon 5,15% per tahun yang jatuh tempo pada tahun 2028.
Anak usaha Pertamina tersebut akan menggunakan dana hasil emisi obligasi untuk melunasi seluruh sisa utang jangka pendek sebesar US$600 juta yang akan jatuh tempo pada 23 Juni 2023. Namun, perseroan hanya memangkas nilai emisi obligasi sebesar US$400 juta dari target sebelumnya US$600-800 juta.
Sementara itu, dalam laporan keuangannya perseroan menyatakan per 31 Desember 2022, perseroan memiliki saldo modal kerja negatif senilai US$424.475. Modal kerja negatif menunjukkan bahwa utang lancar perseroan lebih besar dibandingkan dengan aset lancarnya.
Pada saat bersamaan, total utang PGEO tercatat mencapai US$943,28 juta terdiri dari pinjaman bank jangka panjang setelah dikurangi bagian yang akan jatuh tempo dalam satu tahun senilai US$327,7 juta. Sedangkan utang jangka pendek atau utang lancar perseroan tercatat masih sekitar US$615,58 juta.