Jakarta, Gatra.com – Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan Direktur Utama (Dirut) PT Prima Karya Sejahtera (PKS), SM, sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek fiktif pada PT Graha Telkom Sigma (GTS).
“Menetapkan SM selaku Direktur Utama PT Prima Karya Sejahtera (PKS) sebagai tersangka,” kata Ketut Sumedana, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung di Jakarta, Senin (22/5).
Tim Jaksa Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejagung menetapkan yang bersangkutan sebagai tersangka setelah mengantongi dua bukti permulaan yang cukup terkait peran dia.
Ketut menjelaskan, tersangka SM dalam kasus dugaan korupsi kegiatan fiktif proyek pekerjaan apartemen, perumahan, hotel, dan penyediaan batu split yang dilaksanakan oleh PT GTS Tahun 2017–2018 tersebut mempunyai beberapa peran.
Peran tersangka SM yakni menandatangani kontrak pembangunan Apartemen Nayumi Sam Tower Malang, tanggal kontrak sebelum MBS didirikan atau fiktif.
“Menandatangani Berita Acara Serah Terima (BAST 100%) proyek pembangunan Apartemen Nayumi Sam Tower Malang. [Padahal] pekerjaan tidak dilaksanakan atau fiktif,” ujarnya.
Selanjutnya, menandatangani kontrak pembangunan Perumahan Bukit Narimbang Asri Tahap II. Menurutnya, tanggal kontrak tersebut sebelum MBS didirikan atau itu merupakan proyek fiktif.
“Menandatangani Berita Acara Serah Terima (BAST 100%) proyek Perumahan Bukit Narimbang Asri Tahap II, fiktif,” ujarnya.
Terakhir, kata Ketut tersangka menerima uang kurang lebih sejumlah Rp4.354.513.000 dari berbagai kegiatan proyek fiktif, yakni proyek apartemen, proyek ME, furniture, fixtures, dan equipment Hotel Horison Gorontalo, dan proyek Perumahan Puri Manggis Gorontalo.
Kejagung langsung menahan tersangka SM di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Salemba Cabang Kejagung selama 20 hari terhitung sejak 22 Mei sampai dengan10 Juni 2023. ?Penahanan dilakukan untuk mempercepat proses penyidikan.
Sebelumnya, Kejagung menetapkan 7 tersangka dalam kasus ini. Awalnya, Kejagung menetapkan 6 orang tersangka pada Kamis (11/5). Keenam tersangkanya, yakni Dirut PT GTS periode 2017–2020, TH; Direktur Operasi PT GTS periode 2016–2018, HP; Komisaris PT GTS periode 2014–2018, JA; Dirut PT Wisata Surya Timur (PT WST), RB; Komisaris PT Mulyo Joyo Abadi (MJA), AHP; dan Dirut PT Granary Reka Cipta (PT GRK), TSL.
Selepas itu, pada Selasa (16/5), Kejagung menetapkan Dirut PT GTS periode 2014–September 2017, BR, sebagai tersangka. Kejagung telah menahan ketujuh tersangka di atas untuk mempercepat proses penyidikan.
“Dengan ditetapkannya satu orang [SM sebagai] tersangka, maka jumlah tersangka dalam perkara ini sebanyak delapan orang,” katanya.
Direktur Penyidikan Pidsus Kejagung, Kuntadi, menjelaskan, pihaknya menetapkan para tersangka tersebut karena mereka bersama-sama secara melawan hukum membuat perjanjian kerja sama fiktif.
“Seolah-olah ada pembangunan apartemen, perumahan, hotel, dan penyediaan batu split dengan beberapa perusahaan pelanggan,” ujarnya.
Selanjutnya, kata Kuntadi, untuk mendukung pencairan dana, para tersangka menggunakan dokumen-dokumen pencairan fiktif, sehingga dengan dokumen tersebut berhasil ditarik dana dan terindikasi menimbulkan adanya kerugian keuangan negara sebesar Rp282.371.563.184? (Rp282,3 miliar).
Atas perbuatan tersebut, Kejagung menyangka kedelapan orang di atas melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.