Jakarta, Gatra.com -- Tanggal 20 Mei dijadikan sebagai Hari Kebangkitan Nasional karena merupakan cikal bakal semangat nasionalisme, persatuan, kesatuan, dan kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Pada 20 Mei 1908, berdiri organisasi Boedi Oetomo yang didirikan oleh Dr Soetomo beserta para mahasiswa STOVIA (School tot Opleiding van Indische Artsen).
Sejak saat itu, Indonesia memasuki masa pergerakan nasional, yakni masa bangkitnya rasa nasionalisme, persatuan, kesatuan, dan kesadaran yang tinggi untuk memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia.
Berdirinya Boedi Oetomo dikarenakan Soetomo bersama yang lainnya ingin mendirikan sebuah organisasi yang bergerak di bidang sosial, ekonomi, dan budaya. Keinginan tersebut berkaitan dengan gagasan Dr Wahidin Soedirohoesodo yang ingin meningkatkan martabat rakyat dan bangsa Indonesia.
Munculnya gagasan itu dikarenakan ia melihat kondisi memprihatinkan bangsa Indonesia akibat dari kolonialisme oleh Belanda yang membodohi bangsa jajahannya.
Pada saat itu, pendidikan untuk pribumi sangat rendah dan tidak mendapat informasi dari dunia luar. Lahirnya Boedi Oetomo menandai dimulainya perjuangan kemerdekaan dengan kekuatan pemikiran dan bersifat nasional.
Sebelum berdirnya Boedi Oetomo, Dr Wahidin berkeliling Jawa mencari dana untuk membiayai pelajar yang pandai namun tidak memiliki biaya untuk pendidikan.
Pada 1908, saat Dr Wahidin di Jakarta, ia bertemu dengan tiga mahasiswa kedokteran STOVIA, yakni Soetomo, Goenawan Mangoenkoesoemo, dan Soeradji. Ketiganya sudah sejak lama mengagumi Dr Wahidin melalui majalah Retno Doemilah.
Dalam pertemuan tersebut, Soetomo mengusulkan kepada Wahidin agar usaha-usahanya diperluas. Tak hanya bidang pendidikan, namun juga pertanian, peternakan, perniagaan, industri, dan kesenian. Untuk mewujudkan usaha-usaha tersebut, dibutuhkan organisasi atau perkumpulan untuk mewadahinya.
Usul itu pun diterima oleh Wahidin. Kemudian Soetomo bersama teman-temannya menyiapkan sebuah pertemuan besar dengan didanai sendiri. Dana tersebut didapatkan dari menjual sarung plekat yang kala itu sangat laris. Ada juga yang menjual sorban dan ada yang menyumbang uang jajan.
Akhirnya pada 20 Mei 1908, pertemuan itu dilaksanakan yang juga menandai berdirinya Boedi Oetomo. Pada pertemuan itu juga membahas peraturan-peraturan dasar Boedi Oetomo, seperti tujuan, rancangan kegiatan, anggota, serta pengurus organisasi. Boedi atau budi sendiri mempunyai arti kepribadian, sedangkan oetomo atau utomo berarti luhur.
Bahasa yang dipakainya pun adalah bahasa Melayu, bukan bahasa Jawa. Hal itu menunjukkan sifat nasionalisme bukan kedaerahan dari perkumpulan tersebut.