Jakarta, Gatra.com – Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) menelisik ada tidaknya keterlibatan DPR dalam kasus dugaan korupsi Base Transceiver Station (BTS) 4G yang merugikan keuangan negara Rp8,032 triliun.
“Kita masih ingat betul kasus Hambalang, e-KTP, dan megaproyek lainnya yang polanya sangat sama dan melibatkan pejabat kementerian dan pejabat DPR,” ujar Haris Pertama, Ketua Umum (Ketum) KNPI di Jakarta, Jumat (19/5).
KNPI, lanjut Haris mensinyalir demikian karena anggaran proyek BTS 4G yang diajukan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) sangat besar dan perlu pembasan serta persetujuan DPR.
Baca Juga: Kejagung Diminta Usut Penanggung Jawab 8 Korporasi 3 Konsorsium Megakorupsi BTS 4G
“DPR juga punya andil dalam hal pembahasan dan pengawasan. DPR adalah sebagai pembahas dan penyetujui usulan dari Kominfo,” ujarnya.
Artinya, lanjut Haris, tidak semesta-merta melakukan pembahasan tanpa kajian atau melakukan evaluasi implementasi tanpa dasar. Ini menimbulkan pertanyaan, apakah ada anggota DPR ikut terlibat di dalamnya atau tidak paham dengan fungsi pengawasannya hingga selama 2 tahun berjalan lepas begitu saja.
KNPI meminta DPR yang memiliki fungsi pengawasan untuk memaksimalkan kinerjanya, terutama melakukan evaluasi terhadap proyek BTS 4G di Kementerian Kominfo yang merupakan multi years tersebut.
“Bahkan kalau diperlukan [DPR bisa] stop sementara pelaksana pembangunan BTS 4G,” ujarnya.
Megaproyek BTS 4G merupakan proyek multi years yang telah disusun dalam Renstra Kominfo 2020–2024. Kemenkeu sudah mengalokasi dari APBN sebesar Rp25 triliun untuk tahun 2020–2024 dengan sasaran 9.113 desa kelurahan di wilayah terdepan, terpencil, dan terluar (3T) dan 3.435 untuk non-3T.
“Bakti Kominfo menerapkan sistem KSO untuk pembangunan BTS, pemeliharaan infrastruktur BTS dalam 5 paket, dan pengadaan lahan,” ujarnya.
Menurut dia, dari potensi kerugian negara ini ditemukan adanya pola permainan ataupun manipulasi dalam penyusunan kajian pendukung, mark up harga pengadaan, dan pembayaran BTS 4G.
Melihat pola korupsi yang terjadi terkait BTS ini, lanjut dia, pihaknya melihat bahwa megaproyek ini merupakan sebuah korupsi by desain terstruktur, dan sistematis dari proses perencanaan dan penyusunan anggaran, pembahasan dengan DPR RI, hingga proses pengadaan barang dan jasa dengan menunjuk para konsorsium dalam menjalankan proyek ini.
“Dengan asumsi bahwa ada bentuk konsolidasi di level elit hingga teknis bahkan melihatkan konsorsium dari pihak swasta, yang sudah di siapkan betul sejak sebelum implementasi proyek,” katanya.
Menurutnya, meloloskan anggaran hingga pencairan 100% tanpa melihat output proyek sebelumnya, bahkan penunjukan melalui tender terhadap konsorsium pilihan yang mungkin juga sudah disiapkan agar bisa melancarkan pola mark up maupun manipulasi terhadap kajian maupun harga.
Dalam kasus megakorupsi BTS 4G pada Bakti Kementerian Kominfo ini, Kejagung telah menetapkan 6 tersangka. Awalnya, Kejagung menetapkan Dirut BAKTI Kementerian Kominfo, Anang Achmad Latif (AAL); Dirut PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak S (GMS); dan Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia (UI) Tahun 2020, Yohan Suryato (YS).
Kemudian, Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali (MA). Selanjutnya Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan (IH), dan teranyar Menteri Komunikasi dan Informatik Johnny G. Plate.
Baca Juga: Kemenkeu Diminta Jelaskan Pelolosan Anggaran BTS 4G
Bukan hanya itu, Kejagung juga mencegah dan menangkal (Cekal) 25 orang agar tidak bepergian ke luar negeri, ?di antaranya Direktur PT Anugerah Mega Perkasa, DT, dan JS dari swasta. Mereka dicegah ke luar negeri selama enam bulan.
Selain itu, lanjut Ketut, Kejagung juga menerima sejumlah pengembalian uang dari berbagai pihak, di antaranya dari PT Sansaine Exindo pada 24 Maret 2023 sebesar Rp36.800.000.000 (Rp36,8 miliar), adik Menteri Kominfo Johnny Plate, Gregorius Alex Plate Rp534 juta, dan tersangka YL lebih dari Rp1 miliar.
Kejagung juga menyita sejumlah aset tersangka Irwan Hermawan di antaranya rumah di Serenia Hills, mobil Honda HR-V 1 serta sepeda motor Ducati tipe Scrambler Cafe Racer dan Triumph tipe Tiger 1200 Rally Pro terkait pencucian uang tersangka Anang Achmad Latif.