Surabaya, Gatra.com – Chastine Fatichah, dosen dan Kepala Departemen Teknik Informatika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya mengembangkan teknik Deep learning model Generative pada kecerdasan artifisial (Artificial Intelligence, AI) dalam bidang kesehatan. Hal itulah yang mengantarkannya dikukuhkan sebagai guru besar pada bidang kecerdasan buatan atau AI beberapa waktu lalu.
Dalam orasi ilmiahnya sebagai Profesor ke-155 ITS yang berjudul Generative AI: Teknik, Peran, dan Tantangan, Chastine menuturkan, pengertian dari Deep Learning yang merupakan salah satu teknik kecerdasan artifisial yang mengajarkan komputer untuk memproses data seperti struktur otak manusia.
“Melalui teknik tersebut, kita dapat membangkitkan beberapa data sintesis menjadi bentuk citra, teks, sinyal, dan lain sebagainya,” tutur perempuan 48 tahun tersebut.
Chastine melanjutkan, terdapat beberapa teknik Generative AI. Salah satunya adalah teknik Generative Adversarial Network (GAN) yang mendukung penelitiannya untuk proses inpainting citra wajah. Teknik ini bertujuan untuk memodifikasi piksel pada citra wajah yang hilang atau tertutupi, sehingga dapat dilakukan restorasi terhadap foto lama yang telah rusak.
“Hal ini tentu sangat diperlukan untuk menyelesaikan permasalahan pada bidang kesehatan, tidak menutup kemungkinan juga pada bidang kebudayaan serta keamanan,” tutur dosen asal Pasuruan ini.
Lebih lanjut, dosen yang pernah mendapat penghargaan Satyalancana Karya Satya XX dari Presiden Republik Indonesia tersebut juga mengembangkan metode pembangkitan citra sintesis ultrasound dengan menggunakan metode yang sama. Penambahan variasi data latih pada metode ini bermanfaat untuk meningkatkan kinerja model prediksi.
Chastine melakukan penelitian tentang model klasifikasi tingkat keparahan penyakit kanker payudara dari sebuah citra medis. Untuk menghasilkan model prediksi yang lebih akurat, diperlukan penambahan jumlah data latih pada setiap kategori citra ultrasound payudara hingga mendekati hasil yang seimbang.
Tak hanya itu, perempuan berhijab tersebut juga menghadirkan kebermanfaatan lain dari keilmuannya tersebut dalam bentuk medical image captioning. Penelitian yang menggunakan teknik Generative Pre-trained Transformer (GPT) tersebut ditujukan untuk dapat membuat laporan medis dari citra sinar X paru-paru.
Pada teknik ini diperlukan metode pengolahan data menggunakan proses encoder-decoder. Dalam proses tersebut, data yang sebelumnya berbentuk citra akan diolah sedemikian rupa sehingga menghasilkan deskripsi teks yang akurat. Dengan hasil tersebut, dapat membantu dokter dalam melakukan penulisan laporan medis dengan tingkat kekeliruan yang rendah.
“Selain itu, teknik ini dapat menjadi alternatif pada situasi kekurangan ahli profesional,” ujarnya.
Di samping berbagai peran serta manfaat yang diberikan teknik Generative AI bagi kehidupan, Chastine mengungkapkan bahwa terdapat beberapa tantangan atas keilmuan ini, yaitu adanya isu keamanan dan etika. Hasil pembangkitan citra atau teks sintesis yang mendekati realitas akan menyulitkan manusia dalam membedakan data yang asli dan tiruan.
Terkait hal itu, Chastine berpesan agar dapat memanfaatkan teknologi kecerdasan artifisial hanya untuk hal-hal yang positif. Dosen yang menjadi salah satu asesor Lembaga Akreditasi Mandiri bidang program studi Informatika dan Komputer (LAM Infokom) menuturkan harapannya.
“Semoga melalui ilmu kecerdasan artifisial yang saya miliki dapat bermanfaat dan membantu menaikkan kualitas tridharma perguruan tinggi,” pungkasnya penuh harap.