Jakarta, Gatra.com – Kejaksaan Negeri (Kejari) Bulukumba menahan Kepala Bidang (Kabid) Prasarana, Sarana, Pembiayaan, dan Investasi Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Distan KP) Kabupaten Bulukumba, ZP, serta dua orang swasta AAM dan J terkait kasus dugaan korupsi Program Unit Pengolah Pupuk Organik (UPPO) Tahun 2022.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Bulukumba, Muh. Yusran Setiawan, dalam keterangan pers, Senin (15/5), menyampaikan, pihaknya menahan ketiga orang tersebut setelah ditetapkan sebagai tersangka.
Yusran menjelaskan, penyidik menahan tersangka ZP, AAM, dan J selama 20 hari di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas I Bulukumba, Sulawesi Selatan (Sulsel).
Penahanan tersangka ZP berdasarkan Surat Perintah Penahanan Kepala Kejaksaan Negeri Bulukumba Nomor : TAH-1/P.4.22/Fd.2/05/2023 tanggal 15 Mei 2023. Kemudian AAM bersarakan Surat Perintah Penahanan Kepala Kejaksaan Negeri Bulukumba Nomor : TAH-2/P.4.22/Fd.2/05/2023 tanggal 15 Mei 2023.
“Surat Perintah Penahanan Kepala Kejaksaan Negeri Bulukumba Nomor : TAH-3/P.4.22/Fd.2/05/2023 tanggal 15 Mei 2023 untuk tersangka J,” katanya.
Penyidik Kejari Bulukumba menahan ketiga orang tersangka untuk kepentingan penyidikanberdasarkan ketentuan Pasal 21 Ayat (1) KUHAP, yakni dikhawatirkan bahwa tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, dan atau mengulangi tindak pidana.
“Sebelum dilakukan penahanan, para tersangka terlebih dulu dilakukan pemeriksaan oleh dokter dan dinyatakan sehat serta bebas dari Covid-19,” katanya.
Sebelumnya, Kejari Bulukumba menetapkan ZP sebagai tersangkaberdasarkan Surat Penetapan Tersangka Kepala Kejaksaan Negeri Bulukumba Nomor : 1/P.4.22/Fd.2/05/2023 tanggal 15 Mei 2023.
Sedangkan AAM dan J masing-masing menyandang status tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Kepala Kejaksaan Negeri Bulukumba Nomor : 2/P.4.22/Fd.2/05/2023 tanggal 15 Mei 2023 dan Nomor : 3/P.4.22/Fd.2/05/2023 tanggal 15 Mei 2023.
“ZP, AAM, dan J ditetapkan sebagai tersangka setelah tim Jaksa Penyidik mendapatkan minimal dua alat bukti yang sah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 184 Ayat (1) KUHAP,” katanya.
Yusran menjelaskan, pada tahun 2022, pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) memberikan bantuan pengembangan UPPO kepada 9 kelompok tani di Kabupaten Bulukumba untuk dapat menyediakan pupuk organik secara mandiri.
Bantuan tersebut diharapkan menjadikan petani dapat memproduksi dan menggunakan pupuk organik untuk meningkatan produksi pertanian dan peningkatan pendapatan petani. Alokasi bantuan yang diberikan sebesar Rp200 juta untuk setiap kelompok tani.
Kegiatan pengembangan UPPO merupakan upaya memperbaiki kesuburan lahan untuk meningkatkan produktivitas pertanian, yang difasilitasi dengan pembangunan UPPO yang terdiri dari Alat Pengolah Pupuk Organik (APPO), alat angkut kendaraan roda tiga, bangunan rumah kompos, ternak sapi atau kerbau, kandang komunal, serta bak fermentasi.
“Seharusnya, dana bantuan sebesar Rp200 juta per kelompok tani tersebut dilaksanakan secara swakelola oleh kelompok tani penerima bantuan,” ujarnya.
Ketentuan tersebut, lanjut dia, sesuai petunjuk teknis kegiatan UPPO tahun 2022. Namun nyatanya, dana yang diterima kelompok tani penerima bantuan tidak mencukupi sehingga terdapat beberapa kegiatan yang dipersyaratkan dalam petunjuk teknis tidak terlaksana di lapangan, tetapi pelaporannya dibuat seolah-olah kegiatan telah terlaksana 100%.
“Penyimpangan tersebut mengakibatkan terdapat dana yang tidak dapat dipertanggungjawabkan sebesar Rp698.853.200 yang menjadi kerugian keuangan negara,” katanya.
Kerugian keuangan negara sekumlah Rp698,8 juta tersebut berdasarkan Laporan Hasil Audit Dalam Rangka Perhitungan Kerugian Negara Atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi Program UPPO pada Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Bulukumba T.A. 2022 Nomor : 700/21/PEMSUS/IV/ITDA/2023 tanggal 18 April 2023 oleh Inspektorat Daerah Kab. Bulukumba.
Atas perbuatan tersebut, Kejari Bulukumba menyangka ZP, AAM, dan J melanggar sangkaan primair, yakni Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor: 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Republik Indonesia Nomor: 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Republik Indonesia Nomor: 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan subsidairnya, yakni melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Republik Indonesia Nomor: 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Republik Indonesia Nomor: 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Republik Indonesia Nomor: 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.