Jakarta, Gatra.com - Peneliti dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) Indonesia mencatat, Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-42 ASEAN masih belum memberikan rencana yang jelas untuk masa depan kawasan.
Peneliti Departemen Hubungan Internasional CSIS, Andrew Mantong menilai, pertemuan pada minggu lalu belum mengungkap secara jelas hal-hal apa saja yang merupakan status darurat di kawasan ASEAN saat ini.
Andrew menilai, pertemuan di Labuan Bajo itu menyimpan harapan besar terkait kemampuan ASEAN untuk menanggapi krisis di kawasan mereka. Potensi krisis bisa datang dari luar, seperti isu Laut Cina Selatan atau konflik di Taiwan.
"Belum terwujudnya harapan kita, ASEAN memiliki mekanisme yang khusus untuk manajemen krisis," ucap Andrew dalam diskusi daring di pada Senin (15/5).
Baca Juga: Ekonom: Peningkatan Ekonomi Kawasan ASEAN Diperlukan
CSIS juga menilai, kesepakatan antar negara untuk menguatkan kapasitas dan kelembagaan ASEAN masih sebatas declaration of intent. Artinya, belum ada komitmen yang jelas. Padahal, Pemerintah Indonesia sudah memulai inisiatif dengan pembentukan ASEAN Community Vision 2025. Pemerintah sempat mengapresiasi kinerja High Level Task Force (HLTF) selama satu tahun belakangan ini.
"Pemerintah Indonesia harus memiliki visinya sendiri mengenai 2025 dan menyampaikan visi ini ke stakeholder-stakeholder terkait sesuai dengan visi inklusivitas yang selalu digaungkan," kata Andrew.
Baca Juga: Indonesia Jangan Terjebak Politik Negara Besar, Kata CSIS
Ia berharap visi menuju 2025 ini bukan hanya visi yang diwujudkan semata-mata tahun kepemimpinan Indonesia di ASEAN yang sudah akan selesai. Sampai saat ini CSIS masih mempertanyakan progres yang sudah dicapai oleh HLTF, terutama rencana untuk mengantisipasi kondisi ASEAN dan perubahan dunia di masa mendatang.