Jakarta, Gatra.com - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mencatat ada sejumlah permasalahan krusial yang rentan terjadi di Kalimantan Barat menjelang Pemilu 2024. Masalah ini sudah mendarah daging dan terus terjadi setiap kali terjadi pemilu.
Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Komnas HAM, Anis Hidayah mengatakan, tingkat partisipasi masyarakat Kalimantan Barat cukup rendah dan angkanya terus berkurang. Masyarakat Kalimantan Barat yang sebagian besar adalah pekerja perkebunan, pekerja pertambangan, dan Pekerja Rumah Tangga (PRT), dinilai Komnas HAM sebagai kelompok rentan.
"Takutnya, ini mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat karena keterjangkauan pemerintah dan penyelenggara pemilu sangat rendah," ucap Anis Hidayah dalam pemaparan hasil temuan Tim Pengamatan Situasi Pemenuhan Hak Konstitusional Warga Negara bentukan Komnas HAM, di Jakarta, Jumat (12/5).
Baca Juga: Bawaslu Sebut 7 Daerah di Jateng Kategori Rawan Tinggi Pemilu 2024
Komnas HAM menemukan adanya perbedaan data yang cukup lebar antara pemerintah dengan data lapangan yang diperoleh dari lembaga swadaya masyarakat setempat. Pemerintah atau pihak penyelenggara pemilu mencatat, terdapat 4.800 pemilih berstatus disabilitas. Namun, LSM mencatat angka ini mencapai 21.000 pemilih.
"Benar-benar sangat kelihatan kurang berjalan koordinasi secara kelembagaan di antara penyelenggara pemilu dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di daerah," ucap Anis soal diskusi Komnas HAM dengan beberapa stakeholder di Kalbar.
Kerenggangan antara penyelenggara pemilu dengan pihak daerah terlihat dari data yang mereka sampaikan. Anis mencontohkan masalah sosialisasi pemilu yang diadakan di beberapa titik perkebunan.
"Misalnya, KPU mengatakan, sudah ke 2 lokasi, tapi data dinas menunjukkan ada 17 titik," katanya.
Baca Juga: Komnas HAM Tengah Siapkan Panduan untuk Ciptakan Pemilu Ramah HAM
Para pekerja migran, lanjut Anis terutama mereka yang non prosedural juga menjadi masalah besar yang harus bisa diselesaikan pemerintah, agar hak pilih mereka dapat dijamin. Begitu juga dengan para pekerja yang kesulitan mendapat izin dari majikan untuk memberikan hak pilih mereka ke TPS.
Komnas HAM mencatat, ada 6 kabupaten yang berada di area perbatasan dengan masing-masing daerah dihuni sekitar 14 ribu kepala. Permasalahan yang kerap terjadi adalah blanko e-KTP habis sehingga pemenuhan hak pilih mereka jadi terganggu.
"Ketika kami datang ke masyarakat perbatasan, mayoritas dukcapil itu datang hanya sampai kantor desa kecamatan, sementara mereka (warga) posisinya jauh," ucap Anis lagi.