Karanganyar, Gatra.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelidiki 851 kasus korupsi di desa sepanjang 2015-2022. Dari jumlah tersebut, 50 persen pelaku korupsinya kepala desa.
Hal itu diungkapkan Direktorat Pembinaan Peran Serta Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Aris Dedi Arham saat memberikan pembinaan kepada kepala desa se-Kabupaten Karanganyar di aula DPUPR Kabupaten Karanganyar, Jateng, Rabu (10/5).
Modus yang dipakai pelaku korupsi di desa seperti markup anggaran, pemalsuan tandatangan atau stempel, manipulasi belanja kegiatan dan sebagainya. Sasaran korupsi kebanyakan Dana Desa. Kades selaku pihak paling berwenang mengelolanya, sering memanfaatkan itu untuk memperkaya diri.
"Pemerintah memberikan aturan jelas pemakaian Dana Desa. Pengguna dana wajib mengikuti aturan itu. Kalau menyimpang, bisa dijerat pidana. Apalagi korupsi dana desa," katanya.
Angka kasus korupsi desa selama tujuh tahun terakhir cukup tinggi. Data yang diperoleh dari Bareskrim Polri, korupsi desa sepanjang itu ada 851 kasus dengan 973 pelaku. Dimana 50 persen pelaku korupsi desa adalah kepala desa. Lalu lainnya perangkat desa seperti bendahara.
Dia pun mengingatkan pentingnya kepala desa melaporkan harta kekayaannya melalui Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHPKN). Hal ini sebagai bentuk transparansi pejabat publik.
"LHKPN menjadi penting karena bentuk pengawasan masyarakat ke pejabat publik. Dari setiap laporan akan terlihat kenaikan kekayaan," kata dia.
Saat ini, menurutnya, mulai muncul pejabat penyelenggara negara yang memiliki harta kekayaaan tidak wajar. Mereka memamerkan gaya hidup mewah di media sosial sehingga memicu komentar warganet. Hingga akhirnya, menggiring kecurigaan KPK terhadap para pejabat itu.
Sekretaris Daerah (Sekda) Karanganyar Timotius Suryadi mengatakan ada 55 kepala desa yang belum melaporkan LHKPN. Beberapa di antaranya masih terkendala masalah teknis. Pihaknya kembali mengingatkan kepala desa untuk segera melaporkan LHKPN.
"Paling lambat Mei ini segera diserahkan LHKPN," ujar dia.