Jakarta, Gatra.com - Sebagai mitra dari Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes), AstraZeneca Indonesia ikut mendorong upaya pengombinasian obat pencegah dan pengontrol bagi pasien asma di Tanah Air. Gerakan ini dilakukan berdasarkan anjuran dari Global Initiative for Asthma (GINA).
Medical Director AstraZeneca Indonesia, dr. Feddy, mengatakan, anjuran dari GINA diberikan setelah dilakukan studi global untuk melihat efek penggunaan obat pencegah atau SABA (Short-acting beta-agonist) pada pasien asma. Indonesia juga terlibat dalam studi global yang diberi nama SABINA (SABA use in Asthma). Studi ini ingin melihat efek penggunaan SABA dan risikonya jika obat ini digunakan secara berlebihan.
Baca Juga: Bingung Hadapi Asma, Zaskia Adya Mecca sampai ke Singapura Demi Keluarga
"Penggunaan saba lebih dari 3 canister, jadi penggunaan 4-6 canister bisa meningkatkan serangan asma 25 persen," ucap Feddy dalam diskusi daring pada Rabu (10/5).
Untuk Indonesia sendiri, sekitar 37 persen dari seluruh pasien asma yang menggunakan lebih dari 3 canister SABA per tahun. SABINA juga mencatat, penggunaan SABA sebanyak 6-10 canister per tahun bahkan bisa meningkatkan risiko asma kambuh sampai 67 persen.
"Kalau diresepkan atau penggunaan lebih dari 11 [canister per tahun], itu bisa meningkatkan risiko serangan asma berat dan hospitalisasi bisa sampai 2,5 kali lipat [lebih tinggi]," kata Feddy lagi.
Baca Juga: Senam Asma Redakan Serangan Penderita Asma Alergi
Sebagai mitra Kemenkes, AstraZeneca menyatakan komitmennya untuk ikut meningkatkan kualitas penanganan untuk asma. Salah satu bentuk dukungan ini adalah obat-obat asma dari AstraZeneca bisa didapatkan dengan BPJS Kesehatan.
Feddy juga mengatakan, AstraZeneca terus berkomitmen untuk melakukan riset dan mengembangkan studi terkait asma. Inovasi yang dilakukan juga berbentuk produksi obat asma yang lebih ampuh. Namun, Feddy belum menjelaskan nama obat yang akan didaftarkan atau kapan obat ini bisa didapatkan oleh publik.