Jakarta, Gatra.com – Pengumuman Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo sebagai calon presiden (capres) yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menaikkan suara partai tersebut di kalangan pemilih kritis. Kesimpulan tersebut terlihat dari hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) bertajuk “Elektabilitas Partai pasca Deklarasi Capres PDIP” yang dipresentasikan Direktur Riset SMRC, Deni Irvani, melalui kanal YouTube SMRC TV pada Selasa, 2 Mei 2023.
Dalam presentasinya, Deni Irvani menunjukkan bahwa dalam survei pada pemilih kritis, 25-28 April 2023, PDIP mendapat dukungan paling tinggi (19,9%); disusul Gerindra (12,4%); Golkar (9,3%); Demokrat (6,5%); PKS (6,1%); PKB (5,5%); dan NasDem (3,6%). Sementara itu, partai-partai lain mendapat dukungan di bawah 3%. “Masih ada 30,3 persen yang belum menentukan pilihan,” ucap Deni.
Deni menjelaskan bahwa dukungan pada PDIP di kalangan pemilih kritis pasca keputusan calon presiden cenderung naik, dari 16,1% dalam survei 18-19 April 2023 menjadi 19,9% dalam survei 25-28 April 2023. “Kenaikannya sekitar 3,8 persen. Sementara dalam kurun waktu yang sama, dukungan kepada partai-partai lain tidak mengalami perubahan berarti [perubahan di bawah 2 persen],” katanya.
Hal tersebut, lanjut Deni, menunjukkan pencalonan Ganjar sebagai capres oleh PDIP memiliki dampak elektoral yang positif pada partai tersebut. “Keputusan PDIP mencalonkan Ganjar sebagai capres tampaknya berdampak positif terhadap PDIP. Setelah mengalami tren yang menurun, elektabilitas PDIP di kelompok pemilih kritis menguat pasca pencalonan Ganjar,” ujarnya.
Secara umum peta dukungan pada partai dibandingkan hasil pemilu 2019 menurutnya tidak banyak berubah. Di mana PDIP masih berada di posisi teratas, disusul Gerindra dan Golkar. Ia menjelaskan, definisi “pemilih kritis” sebagai pemilih yang punya akses ke sumber-sumber informasi sosial-politik secara lebih baik karena mereka memiliki telepon atau cellphone sehingga bisa mengakses internet untuk mengetahui dan bersikap terhadap berita-berita sosial-politik.
“Mereka umumnya adalah pemilih kelas menengah bawah ke kelas atas, lebih berpendidikan, dan cenderung tinggal di perkotaan. Mereka juga cenderung lebih bisa memengaruhi opini kelompok pemilih di bawahnya. Total pemilih kritis ini secara nasional diperkirakan 80%,” papar Deni.
Survei nasional pemilih kritis pada sigi SMRC dilakukan pada pemilik cellphone sebagai indikator pemilih kritis. Sampel survei ini dipilih melalui metode random digit dialing (RDD). RDD adalah teknik memilih sampel melalui proses pembangkitan nomor telepon secara acak. Dengan teknik RDD, sampel sebanyak 1.021 responden dipilih melalui proses pembangkitan nomor telepon secara acak, divalidasi, dan discreening.
Validasi dan screening dilakukan untuk memastikan bahwa pemilik nomor telpon terpilih adalah warga negara Indonesia dan telah memiliki hak pilih (berumur 17 tahun plus atau sudah menikah).
Margin of error survei diperkirakan ±3.1% pada tingkat kepercayaan 95%, asumsi simple random sampling. Wawancara dengan responden dilakukan lewat telepon oleh pewawancara yang dilatih.