Jakarta, Gatra.com - Komitmen pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam memberantas mafia tanah dipertanyakan. Sebab, masih ada pihak-pihak di Kementerian ATR/BPN yang menerbitkan Sertifikat Hak Guna Usaha (SHGU) asli tapi diduga palsu (Aspal).
Sentilan terhadap pemerintah itu disampaikan gabungan mahasiswa, masyarakat Musi Rawas Utara, dan serikat pekerja PT GPU (Muratara Menggugat) saat menggelar unjuk rasa di depan Kantor ATR/BPN Jakarta dan Kantor Presiden, Kamis (27/4). Hadir juga dalam unjuk rasa itu sejumlah kepala desa di Kabupaten Muratara.
Mereka mempertanyakan keputusan Kementerian ATR/BPN melalui BPN Musi Banyuasin pada 8 Februari 2022 yang menerbitkan SHGU seluas 3,859.70 Ha dengan Nomor: 00146/Muba atas nama PT Sentosa Kurnia Bahagia milik Haji Halim.
"Ternyata terbitnya sertifikat HGU tersebut tidak melalui proses dan ketentuan yang berlaku tentang tata cara penerbitan sertifikat," kata koordinator aksi Joko Aprianto kepada wartawan dalam keteranganya.
Joko menduga penerbitan SHGU tersebut bertentangan dengan ketentuan tata cara penerbitan sertifikat. Proses penerbitan SHGU atas nama PT SKB bahkan diduga dilakukan dengan asal-asalan.
Dugaan itu diperkuat dari hasil berita acara kunjungan lapangan yang ditandatangani oleh pihak Polda Sumsel, BPN Kanwil Sumsel, BPN Kabupaten Muba/Mura, Tata Pemerintahan Provinsi Sumsel.
"Dalam berita acara dijelaskan terbitnya SHGU harusnya berada di Kabupaten Musi Banyuasin tapi pada kenyataannya lokasi koordinat tersebut berada di Kabupaten Musi Rawas Utara, menjadi pertanyaan kami kok bisa ATR/BPN menerbitkan sertifikat HGU seluas hampir 4000 Ha bisa salah lokasi," kata Joko.
Sementara itu, tokoh masyarakat Musi Rawas Utara Gabril H. Fuadi dan Heri Adi selaku Kepala Desa Beringin Makmur II mempertanyakan dasar Kementerian ATR/BPN menerbitkan SHGU PT SKB. Gabril menekankan hingga saat ini belum ada tanah masyarakat Desa Beringin Makmur II Kab Musi Rawas Utara yang dikompensasi atau diganti rugi oleh pihak PT SKB.
Baik Kementerian ATR/BPN dan PT SKB pun tidak mensosialisasikan dasar terbitnya SHGU tersebut. Gabril menegaskan pihaknya keberatan dengan cara-cara Kementrian ATR/BPN dalam menerbitkan SHGU aspal.
"Terbitnya Sertifikat HGU telah merampas hak-hak tanah milik masyarakat dan mengganggu iklim investasi karena sepengetahuan kami di lokasi tersebut sudah ada kegiatan perusahaan tambang batu bara (PT GPU) yang sudah beroperasi sejak 2009 dan perusahaan tersebut sudah melakukan kompensasi atau ganti rugi lahan serta sudah membangun fasilitas jalan, pelabuhan, dan fasilitas pendukung lainnya," kata dia.
"Kami masyarakat Musi Rawas Utara mendesak pihak BPN segera mencabut SHGU PT SKB untuk menghindari adanya konflik di lapangan," timpalnya.
Pekerja PT GPU yang diwakili Luki Hermawan mendesak pihak Kementerian ATR/BPN untuk segera mencabut SHGU PT SKB. Pencabutan SHGU harus segera dilakukan untuk menghindari pemutusan hubungan kerja (PHK) massal akibat terhentinya kegiatan tambang PT GPU yang sudah ada sejak 2009.
"Dan apabila tuntutan kami tidak mendapat tanggapan kami akan melakukan aksi yang lebih besar lagi," kata Luki.