Jakarta, Gatra.com - Tim Hukum dan Advokasi Gubernur Papua (THAGP) menyatakan, penahan terhadap Gubernur non aktif Papua Lukas Enembe yang sedang dalam keadaan sakit adalah bentuk pelanggaran hukum.
“Penahanan bukanlah keharusan ataupun kewajiban, begitu pun menempatkan tahanan di Rumah Tahanan Negara (Rutan) bukanlah suatu kewajiban,” kata anggota THAGP Petrus Bala Pattyona di Jakarta, Rabu (26/4) siang.
Hal tersebut ia katakan berdasarkan peristiwa pada saat Enembe ditahan oleh Komisi Pembarantasan Korupsi (KPK). Saat itu mantan orang nomor satu di Papua tersebut sedang dalam kondisi sakit keras.
“Bahwa tindakan KPK dengan menempatkan Bapak Lukas Enembe yang berada dalam keadaan sakit keras dalam tahanan Rutan, sedangkan diketahuinya Rutan tidak memiliki fasilitas kesehatan yang memadai,” ujar Petrus.
Menurutnya, fungsi Rutan harusnya sesuai dengan ketentuan yang tertulis di dalam Pasal 21 KUHAP yang menekankan penempatan tahanan di rutan yakni karena adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran. Kekhawatiran tersebut adalah penalaran yang wajar dan terukur, jika tersangka atau terdakwa berpotensi akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan/atau mengulangi tindak pidana.
“Dan oleh karenanya Surat Perintah Penahanan yang diterbitkan oleh KPK adalah tidak sah,” tegas Petrus.
Sebelumnya, sidang gugatan praperadilan Gubernur non aktif Papua Lukas Enembe kembali dilanjutkan pada Rabu (26/4) siang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Dalam sidang tersebut THAGP menyampaikan bahwa secara nyata terdapat kecacatan dalam proses pemeriksaan yang dilakukan KPK terhadap Enembe.