Bandar Lampung, Gatra.com – Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), IDI Wilayah Lampung, dan IDI Cabang Lampung Barat mendampingi dua dokter internship (magang) yang mengalami kekerasan di Puskesmas Fajar Bulan, Lampung Barat pada Hari Raya Idulfitri 1444 Hijriah.
“Mendampingi kedua dokter internship tersebut dalam proses perlindungan hukum,” kata dr. Iman Hendarman, SpA, M.Kes, Ketua IDI Cabang Lampung Barat, Selasa (25/4).
Baca Juga: RS Adhyaksa: Dokter Tak Pukul Kivlan Zen, Ini Kronologinya
Iman menjelaskan, kekerasan terhadap kedua dokter internship atau magang tersebut terjadi pada Sabtu, 22 April 2023 atau pada Idulfitri 1444 Hijriah, sekitar pukul 05.20 WIB di Puskesmas Fajar Bulan, Lampung Barat.
“Penyerangan terhadap dua dokter internship yang bertugas jaga di Puskesmas tersebut oleh seorang pasien dan keluarganya,” kata dia.
Kedua dokter magang atau internship tersebut baru melaporkan kejadian yang menimpanya ke ke Polres Lampung Barat pada sore atau malam harinya karena masih dalam kondisi syok, ada yang melaporkan, serta mendapat ancaman keras.
“Saya menerima laporan kejadian tersebut dari salah satu dokter tersebut di Fajar Bulan pada hari Minggu, tanggal 23, sekitar pukul 09.00 pagi,” ujarnya.
Iman kemudian berinisiatif segera menarik kedua korban dari posisi di Fajar Bulan ke Liwa yang jaraknya sekitar 1 jam perjalanan dari lokasi kejadian agar bisa menjamin keselamatan mereka di tempat yang lebih terpantau keamanan dan fasilitasnya.
“Saya segera berkoordinasi dengan Reskrim Polres Lampung Barat untuk dapat mempercepat proses pemenuhan pemeriksaan barang bukti video, visum, dan lain-lain sehingga proses hukum dapat dilaksanankan,” ujarnya.
Ketua IDI Wilayah Lampung, dr. Josi Harnos, MARS, menegaskan bahwa kekerasan terhadap tenaga kesehatan tidak boleh dibiarkan karena dapat mengganggu proses distribusi para dokter dan tenaga kesehatan di wilayah terpencil.
“Mengganggu karena merasa tidak terjamin keamanan dan perlindungan hukumnya apabila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan,” kata Josi.
Ia menyampaikan, kekerasan terhadap dokter di tempat kerja mereka bukanlah fenomena baru. Namun, belakangan ini, laporan kekerasan terhadap para dokter dan tenaga kesehatan semakin meningkat berkat media sosial.
Di wilayah tertentu, lanjut dia, dokter dan tenaga kesehatan mengkhawatirkan potensi terjadinya kekerasan, dan sangat sedikit dokter yang terlatih untuk menghindari atau menghadapi situasi seperti itu.
“IDI terus berkoordinasi dengan pemerintah setempat, seperti Dinas Kesehatan Lampung Barat untuk membahas faktor-faktor risiko yang terkait dengan kekerasan terhadap dokter dan kemungkinan langkah-langkah pada tingkat pribadi, kelembagaan, atau kebijakan yang diperlukan untuk mengurangi insiden tersebut,” ujar Josi.
Kekerasan terhadap dokter dan tenaga kesehatan dapat terdiri dari ancaman telepon, intimidasi, caci maki, serangan fisik tetapi tidak melukai, serangan fisik yang menyebabkan luka sederhana atau berat, pembunuhan, vandalisme, dan pembakaran.
Profesional medis yang menghadapi kekerasan diketahui dapat mengalami masalah psikologis, seperti depresi, insomnia, stres pascatrauma, ketakutan, dan kecemasan, yang menyebabkan keengganan untuk bertugas di wilayah terpencil.
Baca Juga: Puluhan Ribu Dokter India Mogok Kerja Menuntut Perlindungan Profesi
Proses distribusi para dokter internship dan dokter spesialis selama ini dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) secara langsung. IDI berharap ketika Kemenkes memberikan penugasan kepada para dokter dan tenaga kesehatan di wilayah terpencil, juga sebaiknya memberikan jaminan perlindungan, terutama hukum pada tenaga kesehatan yang ditugaskan.
Ketua Umum (Ketum) PB IDI, Dr. dr. Moh. Adib Khumaidi, SpOT, Selama ini, jaminan perlindungan dokter dalam bertugas sudah dilakukan dengan baik oleh organisasi profesi kesehatan termasuk IDI yang selama ini sudah menjalin hubungan dan selalu berkoordinasi dengan aparat dan pemerintah daerah setempat.