Jepara, Gatra.com - Pesta Lomban di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, yang acap kali digelar selalu menjadi magnet tersendiri bagi turis. Tradisi itu semakin menjadikan kabupaten berjuluk Kota Ukir semakin dikenal luas, selain destinasi-destinasi wisata yang eksotis.
Diketahui, serangkaian kegiatan pesta lomban bakal digelar mulai 28-29 April 2023. Diawali ziarah makam leluhur dan pagelaran wayang kulit pada Jumat (28/4). Sedangkan pada Sabtu (29/4) merupakan puncak acara yakni larung kepala kerbau dan Festival Kupat Lepet.
Meski Pesta Lomban tak asing dikuping masyarakat luas. Namun tidak banyak yang tahu, jika tradisi yang sudah diwariskan ratusan tahun ini memiliki ritual khusus dalam prosesnya, seperti dalam pembuatan miniatur kapal untuk melarung kepala kerbau sebagai sesaji ke laut.
Pembuat miniatur kapal sesaji, Agus Mardika mengatakan, miniatur atau replika kapal ini bukan sembarang kapal. Ada syarat khusus yang tidak boleh ditinggalkan oleh si pembuat kapal.
"Miniatur dengan ukuran panjang 5 meter dan lebar 1 meter ini kami buat sejak Ramadan, kami sudah mulai merangkainya," ujar pria berumur 49 tahun itu, Selasa (25/4).
Menurut Agus, ada beberapa syarat atau bahan utama yang tidak boleh ditinggalkan saat prosesi larung kepala kerbau. Antara lain, kain putih, bambu apus, dan batang pisang raja.
"Untuk tiga bahan tersebut wajib. Termasuk kepala kerbau. Sedangkan yang lain hanya pelengkap saja," bebernya.
Agus yang telah berkecimpung membuat miniatur kapal selam 20 tahun silam ini menjelaskan, tiga bahan tersebut sudah ada sejak ratusan tahun silam. "Tiga syarat ini sudah dipesan oleh para leluhur nelayan di sini," ujarnya.
Agus menjelaskan, tiga bahan ini memiliki makna tertentu. Seperti kain putih melambangkan ketulusan masyarakat Jepara atas rasa syukur kepada Allah SWT. Kain tersebut ditempatkan menjadi lapisan dasar perahu, yang bermakna bahwa niatan tulus didasarkan pada rasa syukur kepada Allah SWT.
Tiga batang pisang raja itu diibaratkan rajanya setan, istilahnya makhluk gaib penghuni laut. Kemudian bambu apus diibararkan untuk Nyunduk (menusuk) batang pisang raja agar Apes (takluk).
"Intinya agar para penghuni laut bisa tunduk, saat masyarakat nelayan pergi kelaut dan tidak mengganggu manusia," ungkap Agus.
Agus bercerita sebelum membuat miniatur kapal ini pun pembuat harus melakukan puasa selama tiga hari. Setelah jadi, miniatur ini dibawa ke rumah tokoh masyarakat setempat. Untuk kemudian ditaruh sesaji dan diarak oleh nelayan ke TPI Ujungbatu, Kecamatan Jepara.
"Biar tidak mengganggu nelayan pada saat melaut. Intinya bukan arti masyarakat Jepara menyekutukan Tuhan itu tidak, tujuan intinya ikut syukur dan menyedekahkan pada laut," terangnya.