Jakarta, Gatra.com – Tiga orang mengembalikan uang sebesar Rp1.587.612.000 (Rp1,5 miliar) kepada Tim Penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan (Kejati Sulsel) terkait kasus dugaan korupsi pada PDAM Kota Makassar, Sulsel.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sulsel, Soetarmi, dalam keterangan pers diterima pada Kamis (20/4), menyampaikan, ketiga orang yang mengembalikan uang tersebut yakni AA, HA, dan TP.
Mereka mengembalikan uang setelah Tim Penyidik Pidsus Kejati Sulsel memeriksanya sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi penggunaan dana PDAM Kota Makassar untuk pembayaran tantiem dan bonus jasa produksi tahun 2017–2019, premi Asuransi Dwiguna Jabatan bagi wali kota dan wakil wali kota serta Premi Dana Pensiun Ganda tahun 2016–2018.
Baca Juga: Mantan Dirut dan Dirkeu PDAM Kota Makassar Tersangka Korupsi Rp20,3 Miliar
“Saksi inisial AA telah menyerahkan pengembalian kerugian keuangan negara atas penyalahgunaan kas PDAM Kota Makassar Rp500 juta,” katanya.
Sedangkan saksi HA, mengembalikan uang sejumlah Rp407.370.353 (Rp407,3 juta) dan TP Rp267.237.774 (Rp267,2 juta). “Total uang yang disita dari ketiga orang saksi inisial AA, inisial HA, Inisial TP yaitu Rp1.587.612.000,” ujarnya.
Soetarmi menyampaikan, untuk mengusut kasus ini, pihaknya telah memeriksa mantan Wali Kota Makassar, Syamsu Rizal. Orang nomor satu di Pemkot Makassar pada 2014–2019 itu diperiksa sebagai saksi dalam kasus tersebut.
Selain itu, Kejati Sulsel juga memeriksa dua petinggi PDAM Kota Makassar, yakni Plt Direktur Umum PDAM, AY; dan Plt Direktur Tekni PDAM Kota Makassar, W, sebagai saksi.
“Ini merupakan pemeriksaan lanjutan terhadap saksi-saksi guna menemukan fakta hukum tentang tindak pidana korupsi yang terjadi pada PDAM Kota Makassar yang melibatkan tersangka HYL dan IA,” katanya.
Sebelumnya, Kejati Sulsel menetapkan mantan Dirut PDAM Kota Makassar, Haris Yasin Limpo (HYL); dan mantan Direktur Keuangan (Dirkeu) PDAM Kota Makassar, Irawan Abadi (IA); sebagai tersangka dugaan korupsi penggunaan dana PDAM Kota Makassar.
Soetarmi menyampaikan, kedua mantan direksi PDAM KotaMakassar tersebut menjadi tersangka berdasarkan Surat Penetapan Kepala Kejati (Kajati) Sulsel. Kejati Sulsel menetapkan Haris Yasin Limpo selaku Dirut PDAM Kota Makassar Tahun 2015–2019 sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: 91/P.4/Fd.1/04/2023 tanggal 11 April 2023.
Sedangkan tersangka Irawan Abadi selaku Direktur Keuangan PDAM Kota Makassar Tahun 2017–2019, menjadi tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor: 92/P.4/Fd.1/04/2023 tanggal 11 April 2023.
“HYL dan IA ditetapkan sebagai tersangka setelah penyidik mendapatkan minimal dua alat bukti yang sah serta telah keluarnya penghitungan kerugian keuangan negara sebagaimana yang diatur dalam Pasal 184 Ayat (1) KUHAP,” kata Soetarmi.
Mereka menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi penggunaan dana PDAM Kota Makassar untuk Pembayaran Tantiem dan Bonus/Jasa Produksi Tahun 2017–2019 dan Premi Asuransi Dwiguna Jabatan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tahun 2016–2019.
Ia menjelaskan, tersangka Haris Yasin Limpo dan Irawan Abadi tidak mengindahkan aturan Permendagri No. 2 Tahun 2007 tentang Organ dan Kepegawaian PDAM, Perda No. 6 Tahun 1974 dan PP 54 Tahun 2017 karena beranggapan bahwa pada tahun berjalan kegiatan yang diusahakan memperoleh laba sedangkan akumulasi kerugian bukan menjadi tanggungjawabnya.
Mereka menganggap bahwa itu merupakan tanggungjawab direksi sebelumnya sehingga mereka mengklaim berhak untuk mendapatkan untuk pembayaran tantiem dan bonus/jasa produksi yang merupakan satu kesatuan dari penggunaan laba yang diusulkan.
Menurutnya, terdapat perbedaan besaran penggunaan laba pada Perda No. 6 Tahun 1974 dengan PP 54 Tahun 2017 khususnya untuk pembagian tantiem untuk direksi 5%, bonus pegawai 10%, sedangkan pada PP 54 Tahun 2017 pembagian tantiem dan bonus hanya 5%, sehingga aturan tersebut tidak digunakan untuk pembayaran penggunaan laba.
“Terdapat premi asuransi dwiguna jabatan bagi Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar pada Asuransi AJB Bumiputera diberikan berdasarkan perjanjian kerja sama PDAM Kota Makassar dengan Asuransi AJB Bumiputera,” katanya.
Namun, lanjut Soetarmi, tersangka berpendapat lain tanpa memperhatikan aturan perundang-undangan bahwa wali kota dan wakil wali kota sebagai pemilik modal ataupun KPM tidak dapat diberikan ssuransi tersebut oleh karena yang wajib diikutsertakan adalah pegawai BUMD pada program jaminan kesehatan, jaminan hari tua, dan jaminan sosial lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
“Pemberian asuransi jabatan bagi wali kota dan wakil wali kota tidak dibenarkan dengan dasar bahwa selaku pemilik perusahaan daerah/pemberi kerja yang berkewajiban untuk memberikan jaminan kesehatan bukan sebagai penerima jaminan kesehatan,” ujarnya.
Ia menyebutkan, dari penyimpangan yang terjadi pada penggunaan laba untuk pembagian tantiem dan bonus/jasa produksi serta premi asuransi dwiguna jabatan bagi wali kota dan wakil wali kota Makassar, itu mengakibatkan kerugian keuangan daerah Kota Makassar, khususnya PDAM kota Makassar sebesar Rp20.318.611.975,60. (Rp20,3 miliar).
Kerugian keuangan negara sejumlah berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atau Audit Perhitungan Kerugian Keuangan Negara Atas Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara atas dugaan korupsi tersebut.
Kejati Sulsel langsung menahan Haris Yasin Limpo dan Irawan Abadi untuk mempercepat proses penyidikan kasus yang membelit mereka. “Terhadap tersangka HYL dan IA dilakukan penahanan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan,” katanya.
Tersangka Haris Yasin Limpo ditahan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: Print-Print-63/P.4.5/Fd.1/04/2023 tanggal 11 April 2023. Sedangkan terhadap tersangka IA, penahanan dilakukan berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: Print-64/P.4.5/Fd.1/04/2023 tanggal 11 April 2023.
Baca Juga: Kejati Sulsel Tahan Mantan Dirut dan Dirkeu PDAM Makassar terkait Korupsi Rp20,3 Miliar
“Masing-masing ditahan selama 20 (dua puluh) hari terhitung sejak tanggal 11 April 2023 sampai dengan tanggal 30 April 2023 di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas 1 Makassar,” katanya.
Kejati Sulsel menyangka Haris Yasin Limpo dan Irawan Abadi melanggar sangkaan primair, yakni Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto UU RI Nomor: 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Sedangkan sangkaan subsidairnya, yakni melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto UU RI Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.