Jakarta, Gatra.com - Kenaikan status operasi TNI di Papua menjadi siaga tempur dikhawatirkan akan membahayakan nyawa masyarakat sipil setempat. Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid menyayangkan keputusan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono terkait hal ini.
Usman menilai, pemerintah tidak belajar dari pengalaman. Pendekatan keamanan yang selama ini dilakukan sudah memakan banyak korban dan tidak berhasil menyelesaikan masalah yang ada di Papua.
"Potensi pelanggaran HAM dengan korban jiwa juga makin besar," ucap Usman Hamid melalui rilis medianya, Selasa (18/4).
Tidak hanya meningkatkan resiko keselamatan masyarakat sipil, keberadaan pilot Susi Air, Philip Mehrtens yang masih disandera kelompok pro-kemerdekaan pimpinan Egianus Kogoya juga semakin terancam.
Perubahan status ini dikhawatirkan akan menyebabkan peningkatan jumlah kasus kekerasan di Papua. Amnesty International Indonesia mencatat, dalam lima tahun terakhir, terdapat 179 warga meninggal dalam puluhan kasus pembunuhan di luar hukum. Kasus-kasus ini melibatkan aparat keamanan dan kelompok pro-kemerdekaan Papua.
“Kami menyerukan agar aparat keamanan segera menghentikan operasi militer dengan status siaga tempur TNI," ucap Usman lagi.
Panglima TNI Laksamana Yudo Margono menaikkan status operasi TNI menjadi siaga tempur setelah adanya serangan dari kelompok pro-kemerdekaan Papua pada Sabtu lalu (15/4). Serangan ini menewaskan seorang prajurit TNI, membuat empat orang luka-luka, dan empat orang hilang di wilayah Nduga, Papua Pegunungan.
Penyerangan ini terjadi ketika TNI sedang melakukan pencarian atas pilot Susi Air, Phillip Mehrtens yang telah disandera sejak 7 Februari 2023. Tentara yang meninggal diketahui bernama Pratu Miftahul Arifin dari Satgas Yonif 321/GT.