
Jakarta, Gatra.com – Panglima TNI Laksamana Yudo Margono meningkatkan status operasi di daerah rawan keamanan di Papua Pegunungan menjadi operasi siaga tempur pascapenyerangan oleh Kolompok Sparatis Teroris (KST) di Distrik Muga, Nduga, yang menewaskan satu anggota TNI.
“Kita ubah menjadi operasi siaga tempur. Jadi kalau di TNI itu, di Natuna sana ada operasi siaga tempur laut, kalau di sini ada operasi siaga tempur darat,” kata Yudo dalam konferensi pers di Posko Lanud Timika, Papua Tengah, Selasa (18/4).
Baca Juga: Empat Prajurit TNI Luka-Luka dan 4 Lainnya Hilang Pascakontak Tembak dengan KST
Yudo menjelaskan, awalnya TNI bersama Polri melakukan operasi soft approach atau mengedepankan negosiasi dalam operasi pembebasan pilot Susi Air, Philip Marks Marthens, yang disandera KST.
“Tetap kita mengupayakan itu dan saya sampaikan itu, tapi tentunya dengan kondisi yang seperti ini [adanya penembakan atau penyerangan], khususnya di daerah-daerah tertentu, ya kita ubah,” ujarnya.
Ia menjelaskan, ada peningkatan status yakni dari soft approach menjadi operasi siaga tempur tersebut untuk meningkatkan naluri tempur para prajurit TNI yang tengah berupaya membebaskan Philip Marks Marthens.
“Kita tingkatkan menjadi siaga tempur untuk pasukan kita sehingga naluri tempurnya terbangun. Selama ini kan kita operasi teritorial, komunikasi sosial itu tetap kita laksanakan. Tetapi ketika menghadapi seperti ini, ya harus melaksanakan siaga tempur,” ujarnya.
Ia menjelaskan, peningkatan operasi siaga tempur ini hanya di daerah-daerah rawan keamanan, seperti di Distrik Mugi, Kabupaten Nduga, Papua Pegunungan. Sedangkan untuk daerah yang tidak rawan gangguan keamanan, status operasinya tidak ditingkatkan.
"Artinya, ditingkatkan dari tadinya soft approach dengan menghadapi serangan yang seperti tanggal 15 April lalu, sehingga naluri tempurnya terbangun," kata dia.
Disinggung soal operasi humanis, Yudo menjelaskan, operasi tersebut bukan untuk KST atau lebih dikenal dengan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua. Operasi humanis ini untuk semua masyarakat Papua kecuali KST.
“Tapi melihat KKB kontak tembak masa kita humanis, ya habis kita. Humanis itu kalau ada masyarakat yang bersama-sama kita menjaga daerahnya, bersama-sama kita untuk melangsungkan kegiatan rumah tangga, menyekolahkan anak-anaknya, kita bantu dengan humanis. Tapi ketika kontak tembak, ya harus timbul naluri tempurnya prajurit, harus muncul makanya dengan siaga tempur tadi,” Yudo menjelaskan.
Ia juga memastikan, meski status operasi ditingkatkan menjadi siaga tempur, namun tidak ada penambahan pasukan ke sana. Ia menjelaskan, pihaknya hanya akan melakukan rotasi, yakni menarik pasukan yang sudah lama bertugas di sana, termasuk dari Satgas Yonif R 321/GT.
Pasukan yang [anggotanya] tertembak ini sudah hampir setahun bertugas. Tentunya ini akan kita tarik, kita akan rotasi pasukan yang baru,” ujarnya.
Ia menjelaskan, rotasi pasukan bukan hanya di Nduga, tetapi juga di wilayah Papua lainnya yang sudah bertugas cukup lama, yakni sekitar satu tahun. Ada sekitar 1.200 prajurit dari berbagai kesatuan di Indonesia yang dilepas untuk bertugas di Papua pada tahun lalu.
“Itu dari Medan, Palembang, Kalimantan Tengah, Makassar, dan Surabaya, itu juga sama, cuman di daerah-daerah yang bukan daerah rawan ini,” katanya.
Baca Juga: Kapuspen TNI: 1 Prajurit Gugur Saat Operasi Pencarian Pilot Susi Air
Selain tidak ada penambahan pasukan, Yudo juga mengatakan, tidak ada penambahan atau penggeseran alutsista ke daerah Nduga, Papua Pegunungan. Adapun penambahan heli kopter, ini untuk kebutuhan evakuasi korban luka hinga meninggal dunia dari lokasi kontak tembak di Distrik Mugi, Kabupaten Nduga, serta pasokan logistik.
“Ada heli tapi hanya medan yang sulit sehingga harus menggunakan heli untuk evakuasi medis, untuk mendukung, mendorong logistik, dan sebagainya. Jadi kita tidak menambah alutsista,” katanya.