Jakarta, Gatra.com - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan penyelenggaraan bursa karbon memerlukan aturan yang ideal. Merujuk dari beberapa negara yang telah menjalankan bursa karbon, Bhima mendorong agar penyelenggaraan bursa karbon perlu dipisah dari bursa efek.
Bhima mengungkapkan bahwa terdapat wacana peraturan khusus dimana bursa efek bisa otomatis jadi penyelenggara bursa karbon. Padahal, kata Bhima dalam Pasal 24 UU PPSK (Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan) disebutkan bahwa bursa karbon hanya dapat diselenggarakan oleh penyelenggara yang mendapat izin usaha OJK, bukan otomatis berasal dari penyelenggara bursa efek.
"Secara ekosistem dan best practices, aturan main di bursa karbon sudah selayaknya dibuat berbeda dengan bursa efek. Sebagai contoh penyelenggara bursa karbon di AS adalah Intercontinental Exchange (ICE), sementara untuk bursa efek terdapat New York Stock Exchange (NYSE) dan Nasdaq," ujar Bhima dalam keterangannya yang diterima Gatra.com, Selasa (18/4).
Karena itu, Bhima menekankan bahwa pentingnya pengaturan bursa karbon dalam RPOJK (Rancangan Peraturan OJK) memberikan level of playing field atau ruang kompetisi yang adil kepada setiap penyelenggara yang ingin terlibat.
"Kita perlu memastikan aturan teknis khususnya dalam perizinan usaha bursa karbon tidak eksklusif hanya untuk bursa efek tapi terbuka bagi penyelenggara lainnya," jelas Bhima.
Bhima pun menjelaskan, salah satu perbedaan yang paling jelas di dalam bursa karbon yaitu terdapat penjual/pembeli dan pedagang karbon, sementara bursa efek lebih berperan memfasilitasi investor dengan emiten. Selain itu, Bhima melanjutkan, fungsi bursa karbon sebagai price discovery (penemuan harga acuan karbon), sementara bursa efek memiliki fungsi pencarian dana bagi emiten.
"Usulan bursa efek menjadi penyelenggara bursa karbon menimbulkan beragam pertanyaan besar terhadap desain bursa karbon dan efektivitas perdagangan karbon di Indonesia," beber Bhima.
Kendati, Bhima juga mewanti-wanti agar OJK berhati-hati dalam merumuskan aturan penyelenggara bursa karbon. Ia menekankan agar inovasi perusahaan teknologi sebagai penyelenggara bursa karbon yang bukan bagian bursa efek juga perlu difasilitasi oleh OJK.
Musababnya, menurut Bhima bila OJK hanya memilih dan memfasilitasi bursa efek menjadi penyelenggara bursa karbon, dikhawatirkan bakal menghambat laju inovasi dan kedalaman pasar karbon.
"Karena kebingungan dari mekanisme bursa karbon bakal menjadi disinsentif bagi pelaku pasar yang ingin terlibat," imbuh Bhima.