Jakarta, Gatra.com - Menteri Kesehatan RI (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, tidak memusingkan somasi yang dilayangkan Forum Dokter Peduli Ketahanan Kesehatan Bangsa (FDPKKB) kepadanya. Ia mengatakan, masih banyak yang perlu diselesaikan mengingat masa jabatannya akan segera berakhir.
Saat menerima perwakilan dari 17 koalisi tenaga kesehatan (nakes) dalam berbagai bidang profesi, Menkes mengatakan, terbuka untuk berdiskusi dengan siapa saja, termasuk mereka yang bertentangan dengan Kemenkes. Pernyataan yang mendukungnya juga diterima, tapi Budi sempat mengingatkan agar pihak yang berseteru jangan berlarut terlalu lama.
Sekarang ini, Kemenkes mengejar beberapa hal yang dinilainya sangat krusial. Misalnya, masih tingginya angka kematian ibu dan anak karena di banyak kabupaten dulunya belum dan tidak memiliki fasilitas USG dan mamografi. Hal ini masih dalam proses penanganan.
Baca Juga: Soal Pernyataan Menkes Tingginya Biaya SIP Dokter, FDPKKB Layangkan Somasi
"Serangan jantung ini paling banyak membunuh dan BPJS diklaim sampai Rp12 triliun dalam satu tahun," ucap Budi saat menerima perwakilan 17 organisasi nakes di Ruang Rapat Leimena, Kemenkes RI, Senin (17/4).
Pada pasien penyakit jantung, banyak yang memerlukan prosedur pemasangan ring. Menkes mengatakan, pemasangan ring dari door to balloon harus 4 jam. Kalau tidak lewat 4 jam, angka selamatnya 80 persen. Tapi, jika melebihi 4 jam, kemungkinan fatal bisa mencapai 80 persen.
Artinya, pasien harus segera dibawa ke rumah sakit. Namun, berdasarkan data lapangan yang diterima Kemenkes, dari 514 kabupaten di Indonesia, hanya 44 kabupaten saja yang memiliki rumah sakit untuk melakukan pasang ring jantung.
"Pantes orang-orang kita meninggal karena jantung dam stroke," ucap Budi.
Pemerintah pun perlahan menyelesaikan masalah ini. Sampai akhir 2023, Kemnekes menargetkan untuk memastikan 60 kabupaten memiliki cath lab (katerisasi). Namun, sampai masa jabatannya habis, Budi tidak berhasil memastikan semua kabupaten akan punya cath lab.
"Kalau cath lab kita beli, bisa selesai 2024, tapi dokternya enggak ada," katanya.
Budi mengatakan, Indonesia belum punya dokter spesialis jantung intervensi dan neurointervensi. Untuk mengatasi masalah ini, Kemenkes mengadakan program fellowship.
Menyadari kompleksitas masalah yang harus dihadapi kementerian, Budi meminta agar masyarakat atau lembaga bisa mengembalikan hak untuk memerintah kepada pemerintah. Berdasarkan legitimasi, pemerintah berhak untuk melakukan fungsi ini.
Baca Juga: Forum Dokter Layangkan Somasi, Ini Tanggapan Kemenkes
"Bukannya kita mau kuasa, enggak. Sebentar lagi juga pensiun. Satu setengah tahun lagi juga aku berhenti," ucap Budi.
Legitimasi kementerian dibuktikan dari banyak aspek. Sistem kerja pemerintah dan kementerian sangat jelas. Peraturan yang dibuat atau masih dalam rancangan bisa saja gagal karena masyarakat menggugat dan menang atas gugatan.
Berbeda dengan organisasi lainnya, kementerian pun selalu diaudit oleh BPK. Hal ini tentu menjadi bentuk pertanggungjawaban, sekaligus legitimasi bagi kementerian untuk menjalankan tugasnya.