Jakarta, Gatra.com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) berhasil kantongi kepastian investasi untuk hilirisasi ekosistem baterai mobil senilai US$2,6 miliar atau sekitar Rp38,13 triliun (kurs Rp14.666). Kepastian tersebut setelah Jokowi menggelar pertemuan bisnis dengan tiga pemimpin perusahaan Eropa yaitu BASF, Eramet, dan Volkswagen melalui PowerCo di Hotel Kastens Luisenhof, Hannover, Jerman, Minggu (16/04/2023).
Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia yang mendampingi Presiden Jokowi kunjungannya ke Jerman menghadiri pameran Hannover Messe 2023 mengatakan, dalam pertemuan tersebut pemimpin BASF menyampaikan secara langsung bahwa pihaknya akan melakukan investasi dalam pembangunan ekosistem baterai mobil di Maluku Utara.
“Pembangunan ekosistem baterai mobil yang kurang lebih sekitar investasinya US$2,6 miliar ini adalah kerjasama investasi dengan Eramet dari Prancis,” kata Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia dikutip dari youtube Sekretariat Presiden pada Senin (17/4/2023).
Nantinya, BASF yang menggandeng mitra mereka asal Prancis, Eramet, unutk menciptakan ekosistem dengan penerapan praktik usaha yang memperhatikan Environment, Social and Government (ESG) yaitu standar pengelolaan bisnis yang berdampak positif bagi lingkungan, sosial dan tata kelola perusahaan menggunakan energi hijau
“Proses pembangunannya (pabrik prekursor) akan mulai dilakukan di akhir tahun 2023 ini,” ujar Bahlil.
Selain BASF yang bekerjasama perusahaan asal Prancis, Volkswagen melalui PowerCo juga bakal menggandeng PT Vale Indonesia (INCO), Ford Motor Co dan Zhejiang Huayou Cobalt untuk membangun ekosistem baterai mobil di Indonesia.
“Ada yang langsung investasi di EV, ada yang menjamin pasokan bahan baku,” tuturnya.
Bahlil menilai, komitmen investasi dari ketiga perusahaan tersebut merupakan momentum yang tepat untuk menunjukkan bahwa Indonesia secara terbuka memberikan peluang investasi kepada seluruh perusahaan di seluruh dunia terlebih benua Asia dan Eropa.
“Ini sebagai bentuk investasi yang inklusif dan sekaligus untuk menganulir cara pikir orang bahwa seolah-olah pengelolaan tambang kita di Indonesia tidak memperhatikan kaidah-kaidah yang ada pada standar internasional,” ucap Bahlil.