Jakarta, Gatra.com - Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan neraca perdagangan RI pada Maret 2023 mengalami surplus sebesar US$2,91 miliar atau sekitar Rp42,8 triliun. Dengan demikian, capaian tersebut menambah catatan sejarah surplus perdagangan RI selama 35 bulan berturut-turut.
Diketahui, surplus perdagangan Maret 2023 sebesar US$2,91 miliar disumbang dari selisih nilai impor Indonesia Maret 2023 mencapai US$20,59 miliar dengan nilai ekspor Maret 2023 sebesar US$23,50 miliar.
Deputi Bidang Metodologi dan Informasi Statistik, Imam Machdi mengatakan, meskipun pada Maret 2023 perdagangan masih mengalami surplus, namun nilai surplus cenderung anjlok cukup dalam dibandingkan bulan Februari 2023 sebesar US$5,46 miliar.
"Namun kita lihat surplus Maret 2023 ini sebenarnya melemah dibandingkan bulan sebelumnya," ujar Imam dalam konferensi pers, Senin (17/4).
Baca juga: Harga Komoditas Mulai Turun, BPS: Nilai Ekspor Maret 2023 Anjlok 11,33%
Adapun surplus perdagangan RI pada Maret 2023 disumbang dari komoditas nonmigas. Imam menyebut, surplus perdagangan nonmigas Maret 2023 tercatat sebesar US$4,85 miliar.
"Dengan komoditas penyumbang surplus utama yaitu bahan bakar mineral (HS27), lemak dan minyak hewan nabati (HS15) serta besi dan baja (HS72)," jelas Imam.
Kendati, Imam mengatakan neraca perdagangan migas pada Maret 2023 mengalami defisit sebesar US$1,68 miliar dengan komoditas penyumbang defisit utama yaitu minyak mentah dan juga hasil minyak.
Imam pun membeberkan tiga negara yang menyumbang surplus perdagangan komoditas nonmigas RI pada Maret 2023 antara lain Amerika Serikat (AS), India, dan Filipina.
"Negara AS surplus sebesar US$1,09 miliar, terbesar pada komoditas mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya (HS85), pakaian dan aksesoris rajutan (HS61), kemudian pakaian dan aksesorisnya bukan rajutan (HS62)," sebutnya.
Selain itu, di posisi kedua ada India dengan kontribusi surplus sebesar US$1,07 miliar dengan komoditas utama bahan bakar mineral (HS27), lemak dan minyak hewan atau nabati (HS1%), dan bijih logam, perak dan abu (HS26). Filipina juga menyumbang surplus terbesar urutan ketiga dengan sumbangsih US$806 juta dengan komoditas terbesar bahan bakar mineral (HS27), kendaraan dan bagiannya (HS87) dan juga bijih logam, perak dan abu (HS26).
Baca juga: BPS: Harga Gabah dan Beras Turun Karena Panen Raya Sudah Merata
Di sisi lain, tiga negara yang menyumbang defisit dagang RI paling besar adalah Thailand, Australia, dan Korea Selatan. BPS mencatat Indonesia mengalami defisit dagang dengan Thailand pada Maret 2023 sebesar US$609,4 juta dengan komoditas paling banyak diimpor adalah gula dan kembang gula dengan nilai mencapai US$334,7 juta.
Dengan Australia, RI masih defisit dagang sebesar US$485,5 miliar disumbang dari komoditas utama impor yaitu bahan bakar mineral dengan nilai US$141,8 miliar. Sementara dengan Korea Selatan, RI mengalami defisit perdagangan sebesar US$266,4 miliar yang disumbang oleh komoditas impor utama yaitu mesin dan perlengkapan elektronik serta bagiannya (HS 85) dengan nilai mencapai US$148,4 miliar.