Home Info Sawit Harga TBS Petani Nyungsep, Ketum APKASINDO: Penyebabnya Cuma Satu, Maruk!

Harga TBS Petani Nyungsep, Ketum APKASINDO: Penyebabnya Cuma Satu, Maruk!

Jakarta, Gatra.com - Apapun alasan yang disodorkan oleh para pemain minyak sawit dalam negeri terhadap nyungsepnya harga Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit petani lima hari belakangan, bagi Gulat Medali Emas Manurung, semuanya tak satupun yang masuk akal.

“Penyebabnya cuma satu kok; maruk! Alasan demi mengantisipasi naiknya Levy dan Bea Keluar (BK) dari USD169 menjadi USD224/MT Crude Palm Oil (CPO) lepas lebaran, jadi terpaksa beli CPO dengan harga murah, itu terlalu didramatisir. Apalagi kalau ada pula yang bikin alasan; ini gara-gara permintaan CPO yang melemah jelang lebaran. Atau...ada potensi gangguan elnino. Alasan begini, makin tak masuk akal lagi,” ujar doktor agro-ekosistem Universitas Riau ini saat berbincang dengan Gatra.com kemarin siang.

Ayah dua anak ini menengok, amblasnya harga TBS kali ini justru sangat janggal. Dibilang begitu lantaran sebetulnya tak ada alasan yang membikin harga TBS melorot sebanyak itu.

Kalaupun misalnya terjadi penurunan harga, paling di kisaran Rp250-Rp300 perkilogram. Itu lantaran harga CPO di perkulakan KPBN turun Rp1000 perkilogram.

“Yang ada sekarang itu kan, penurunan harga TBS dari tanggal 11 April 2023 sampai sekarang, justru sudah di angka Rp700 perkilogram. Kelihatan maruknya. Enggak ada angin, enggak ada hujan, pembeli CPO menutup spasi kecil dengan spasi yang lebih besar. Alasannya, mana tahu harga turun lagi. Ini kan nggak masuk akal,” katanya.

Baca juga: 'Dicekik' Harga Jelang Lebaran

Yang membikin aneh lagi, saat harga di KPBN turun, di Malaysia dan Rotterdam harga CPO justru cenderung stabil dan bahkan naik tipis.

“Aneh kan? Pada permainan yang semacam ini, yang langsung merasakan dampaknya itu petani lho, khususnya petani swadaya. Kalau petani bermitra sedikit lebih beruntung lantaran dilindungi oleh Permentan 01 tahun 2018," Gulat mengurai.

Auditor Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) ini kemudian mengeluarkan oret-oretnya, bahwa dari 16,38 juta hektar kebun kelapa sawit di Indonesia, 6,38 juta hektar adalah petani swadaya.

“Kebun petani bermitra hanya sekitar 480 ribu hektar atau 7%. Mereka cenderung selamat, kalaupun terdampak, sangat kecillah. Yang bengek itu ya kita petani swadaya ini,” ujarnya.

Lantas apa yang musti dilakukan? Hasil tender CPO di KPBN itu kata Gulat sudah jadi rujukan harga TBS petani swadaya dan bermitra.

Khusus petani swadaya, harga TBS nya bersifat harga harian. Jadi, fluktuasi harga yang terjadi di KPBN itu langsung terasa.

Jadi, lantaran peserta tender di KPBN itu adalah 100% anggota GAPKI, APKASINDO meminta agar GAPKI jadi pelopor penawar harga CPO yang pantas, enggak jomplang dengan harga yang dibikin oleh Rotterdam maupun Malaysia.

“Kalau harga CPO di KPBN ditawar rendah, harga TBS kami langsung anjlok drastis dan kami petani sawit akan sangat menderita. Sekali lagi saya sampaikan, kondisi saat ini sangat tidak wajar,” tegas Gulat.

Ada tiga alasan utama atas kesangattidakwajaran itu. Pertama, faktanya harga CPO global cenderung stabil. Kedua, bahwa terjadi penurunan produktivitas TBS petani sehingga PKS rebutan TBS petani. Ketiga, ada tren menyetok minyak sawit lantaran hari libur.

“Idealnya, dampak ketiga kondisi ini mendongkrak harga TBS petani. Tapi faktanya justru harga TBS petani swadaya yang malah anjlok lebih ekstrim,” Gulat membandingkan, saat duduk bareng dengan pengurus GAPKI dalam momen berbuka bersama di Ballroom Grand Hyatt Hotel Jakarta, dua malam lalu.

Kelakuan kalau jelang hari besar nasional selalu ada modus menekan harga TBS petani, sudah saat nya dihilangkan.

“Kayak sekarang jelang lebaran, harga TBS yang anjlok dikaitkan dengan Tunjangan Hari Raya (THR). Sikap yang kayak begini sama dengan anti keberlanjutan. Ingat, dari 2019 lalu, Indonesia sudah membikin Rencana Aksi Nasional (RAN) Kelapa Sawit Berkelanjutan. Jangan ngulang-ngulang modus lama lagi lah,” pinta Gulat.

Selain berharap pada GAPKI, Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan, Gulat juga meminta agar aparat penegak hukum mau menganalisa fenomena anjloknya harga TBS lima hari terakhir. Kalau kedapatan ada perusahaan nakal, disikat saja, sebab itu sudah mengganggu perekonomian Indonesia.

“KPBN bakal libur mulai tanggal 18 April 2023. Kesempatan terakhir harga TBS kami petani ini naik, hanya di tanggal 14 dan 17 April. Kalau harga CPO KPBN masih saja di angka Rp11.350-an atau bahkan lebih rendah lagi, bisa dipastikan nasib kami petani sawit akan semakin tertekan. Minimal hingga tender KPBN dibuka lagi pada 26 April nanti,” katanya.


Abdul Aziz

18331